Monday, June 7, 2010

Jangan paksa anak mengikuti les musik


akhir-akhir ini bisnis les musik mulai banyak bermunculan, mulai dari piano, gitar, drum, flute, violin, saxophone, dll. sebenarnya saya tidak ingin membahas hal itu. Ketertarikan saya lebih kepada para peserta yang kadang terlihat bahwa mereka mengikuti les karena di "paksa" orang tua. benarkah demikian?

Sudah menjadi gengsi bagi orang-orang golongan ekonomi menengah keatas untuk mengirim anak-anak mereka sejak usia dini untuk les musik, contoh saja piano, untuk mengenalkan musik pada mereka. Namun, apakah itu menjadi motivasi utama?

Secara singkat saya ingin menjelaskan tentang piano. Piano merupakan alat musik klasik yang menghasilkan bunyi dari getaran yang dihasilkan oleh senar, mirip gitar, cuman bedanya, gitar dipetik, sedangkan piano menggunakan tuts yang ditekan dan menggetarkan senar sting sehingga berbunyi. Piano sendiri memiliki puluhan tuts dengan nada do-re-mi, dst. Nah, piano harus dimainkan dengan dua tangan.

Namun, memainkan piano tidak semudah yang dibayangkan. jika memainkan dengan gaya klasik, maka 10 jari yang dimiliki sang pemain harus tersinkronkan dan membutuhkan konsentrasi penuh karena harus memperhatikan not balok dari lagu yang dimainkan (sampai sekarang saya sendiri hanya bisa membaca not angka). ditambah lagi, kesepuluh jari bisa menekan tuts dengan birama yang berbeda, tidak seperti piano pop yang lebih bebas dan dinamis, cukup memainkan bas dengan tangan kiri dan melodi/rhytm/akor dengan tangan kanan, dan banyak para orang tua yang memberi les piano klasik terhadap anaknya.

dengan teknik permainan yang lumayan sulit dan membutuhkan konsentrasi penuh, maka tidak jarang pemain piano klasik terstimulus otaknya untuk bekerja lebih keras, terutama otak kanannya karena tangan kanan dan tangan kiri melakukan kerja yang berlainan disaat yang bersamaan. Dampak jangka panjangnya, sang trainee bisa menjadi pintar, dalam arti peningkatan IQ karena otak berhasil dipaksa bekerja sehingga fungsinya dapat digunakan optimal.

Jika seorang anak sejak usia dini bisa memainkan piano klasik, hal ini bisa jadi bahan pembicaraan di antara kumpulan orang tua atau menjadi sebuah kesombongan tersendiri bahwa sang anak adalah anak yang cerdas.

Namun yang harus disadari bersama, setiap anak memiliki minat dan bakat yang berbeda.bagaimana mungkin memkasa anak belajar musik sementara dia tidak memiliki bakat dibidang musik? ini bisa dibilang pelanggaran hak anak-anak. Ini merupakan pemaksaan. Banyak kejadian bahwa seorang anak sampai masa les mencapai beberapa bulan hingga tahunan sama sekali tidak bisa membaca not balok (bahkan not angka) atau paling tidak menjelaskannya. siapa yang salah? instrukturnya? si anak? atau yang menganjurkan mereka untuk les?
satu hal yang harus kita pahami bersama bahwasanya bakat itu diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Para orang tua tidak boleh memaksa anak mereka les musik jika mereka benar-benar tidak menginginkannya. Berilah mereka les karena mereka memang benar berminat pada sesuatu, atau karena bakat mereka terlihat.

masa kanak-kanak adalah masa penuh permainan. Masih banyak metode yang bisa digunakan untuk menstimulus otak mereka. lebih celaka lagi apabila seorang anak disuruh les (piano) hanya karena orang tuanya gengsi terhadap tetangga atau teman kantor atau teman arisan, dimana mampu secara ekonomi, tetapi tidak memberi les musik kepada anak mereka (ketika saya les piano klasik, per 30 menit, saya membayar instruktur piano klasik saya hingga Rp 300.000,00).

Bermusik boleh-boleh saja, tetapi semua tergantung apakah kita menyukai atau tidak. Musik tidak hanya alunan melodi atau harmoni, tetapi musik adalah idealisme. Setiap orang berhak memilih musik apa aja yang dia suka dan jangan sekali-kali memaksakan genre tertentu pada orang lain yang sudah memiliki selera tetap.

anak-anak bukan robot. Mereka merupakan manusia yang memiliki kehendak sama seperti kita, walaupun kehendak itu harus dikontrol didalam koridor yang ditetapkan orang tua yang mendidik dan mengasuh mereka. Anak-anak adalah potential person for future. Janganlah orang tua menekan anak-anak mereka terus-menerus sejak muda.

safe our generation