Monday, December 12, 2011

Refleksi menjelang natal : kejadian 1 : 26 dan Yohanes 3 : 16

Berfirmanlah Allah : “Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap dibumi.”

Ayat diatas merupakan kejadian 1: 26 yang menceritakan bilamana Allah menciptakan manusia dengan suatu amanah yang mungkin dapat kita pahami dengan jelas, menguasai dan memelihara bumi, yang kemudian oleh bapak-bapak gereja menyebut tujuan penciptaan manusia adalah memenuhi amanat injil dan amanat budaya.

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadanya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”

Ayat diatas merupakan kutipan dari percakapan antara Yesus dan Nikodemus, seorang ahli agama Yahudi,  yang dapat kita lihat di Yohanes 3 : 16.

Menurut anda, adakah korelasi antara kedua ayat ini?

Kejatuhan manusia kedalam dosa menyebabkan hubungan manusia dengan Allah menjadi rusak total. Allah yang dahulu dekat menjadi jauh tak tergapai seberapapun keras usaha manusia menggapainya baik dengan ritual maupun penyembahan dan aktivitas agamawi yang lainnya. Akibat dari pelanggaran satu orang, maka seluruh dunia menjadi cemar. Tak terelakkan, mautlah yang menjadi upah dari dosa tersebut.

Akibat dari dosa jugalah, secara otomatis manusia gagal dalam memenuhi tujuan dan amanah mengapa ia diciptakan. Mengapa? Karena manusia diciptakan dengan maksud, maka manusia diciptakan dalam keadaan yang TERIKAT dengan penciptanya (itulah mengapa banyak teolog tidak setuju bahwa manusia diciptakan dengan memiliki free will). Namun, Allah itu kudus dan suci dan ia tidak mungkin bergaul dengan orang yang berdosa sehingga ikatan itu –ikatan antara Allah dan manusia- menjadi putus. Ketika ikatan itu putus, maka suatu keadaan dimana manusia sudah tidak terikat lagi dengan penciptanya, ia tidak mungkin mampu melaksanakan amanah yang diberikan kepadanya sebagai maksud dan tujuan mengapa ia diciptakan.

Manusia tidak bisa menggapai Allah dengan cara apapun. Namun, hubungan manusia dan Allah dapat baik kembali jika Allah sendiri yang berinisiatif, dan sesuai dengan NUBUATAN nabi-nabi, Allah yang adalah Firman, datang kedunia, mengambil rupa manusia, menjadi daging, Allah yang omni present, Allah yang menjadi manusia. Namun, sayang sekali milik kepunyaan-Nya tidak mengenal-Nya.

“Karna begitu besar kasih Allah akan DUNIA ini”. Tanggung jawab akan pemeliharaan DUNIA ini, yang dibebankan kepada manusia, hanya bisa diwujudkan jika dan hanya jika manusia DIBERESKAN dari dosa. Hanya dengan pemberesan dengan dosa, maka manusia bisa kembali kepada Allah, manusia terikat lagi kepada Allah sehingga manusia dapat mewujudkan amanah mengapa ia diciptakan, dan dengan percaya kepada-Nya didalam hati dan mengakui-Nya dengan mulut, orang diselamatkan, lolos dari murka Allah sebagai konsekuensi dari dosa, yaitu maut, melalui kematian Yesus Kristus dan kebangkitan-Nya, dan yang kemudian akan dating kembali kedunia sebagai hakim.

Bagi orang yang sudah percaya, orang yang sudah diampuni dosanya, orang yang sudah dibereskan dosanya, maka hendaklah ia kembali memikirkan mengapa ia diciptakan didunia ini. Banyak manusia yang telah dibutakan oleh dosa sehingga ia lupa bahwa ia harus menguasai dan memelihara bumi. Pertanyaannya, sudahkah, kita yang adalah orang yang percaya, sudah melakukan amanat yang di amanahkan kepada kita sebagai manusia?

Kita sudah melihat kelaparan, sakit-penyakit, bencana alam akibat keserakahan manusia (banjir, longsor), kemiskinan, keterbelakangan, kerusakan lingkungan, banyak spesies mahluk hidup yang sudah punah akibat dari keserakahan manusia, pembunuhan, dll. Dimanakah orang percaya, dimanakah orang yang sudah diselamatkan, dimanakah garam dan terang dunia, dimanakah orang yang seharusnya sadar bahwa sebagai orang yang telah diselamatkan haruslah ia mengerjakan panggilan paling fundamental dalam takdirnya sebagai manusia?

Sebentar lagi kita akan memperingati hari kelahiran Kristus, sebagai suatu peringatan bahwa ia lahir untuk membereskan dosa-dosa manusia dengan menelan cawan penuh maut yang harusnya ditanggung manusia. Siapapun yang percaya dan diselamatkan, harus memikirkan hal ini kedepannya, “apakah yang telah/sedang saya lakukan untuk mengerjakan apa yang telah menjadi bagian saya untuk memelihara bumi ini?”

Adalah aroma yang sangat tidak sedap khas kandang hewan yang di hirup Yesus ketika Ia lahir, dan Iapun mati dengan tragis, demi pemberesan dosa kita. Lalu, apa yang kita lakukan selanjutnya, sebagai orang yang telah diselamatkan?

Amanat injil dan amanat budaya, sudahkah kita menjalaninya?

Monday, May 23, 2011

nilai

berbicara tentang nilai, sebenarnya terlalu banyak definisi yang kadang membuat kita bingung. Dulu waktu saya SMA, nilai itu artinya sesuatu yang dijadikan pedoman, bersifat fleksibel alias tidak memaksa, dll, dan yang membedakannya dengan norma adalah norma bersifat memaksa.Namun, mungkin saya Cuma mempersempit untuk membicarakan apa dan bagaimana nilai itu, sedikit saja.

Saya pernah membaca sebuah buku yang membicarakan unsur nilai. Ada tiga unsur nilai, yaitu hati sebagai penentu/penetap nilai, otak sebagai pengelola nilai, dan tubuh sebagai pelaksana nilai. kalau anda percaya bahwa manusia pertama di dunia ini adalah adam dan hawa, paling tidak anda pun percaya bahwa manusia diciptakan dari debu dan tanah. Artinya, manusia diciptakan sebenarnya didalam kekosongannya. Lalu, darimana asal nilai itu? Jikalau anda adalah umat beragama, maka nilai itu berasal dari Tuhan, karena sewaktu adam, Tuhan memberi nafas kepada mereka sehingga mereka hidup, dapat merasakan (dengan hati), berfikir (dengan otak), dan bergerak (dengan organ tubuh).
Namun, menurut saya, ternyata nilai itu adalah pilihan. Manusia bisa saja menolak atau menerima nilai yang sudah tertanam didalam hatinya. Jika demikian, yang terjadi adalah ketidaksinkronan antara hati dan otak, dalam artian perasaan yang bertolakbelakang dengan logika, dan pada akhirnya peluang dilaksanakannya nilai oleh tubuh bisa merupakan hasil dari perasaan, atau dari logika.
Sebagai contoh, jika dalam hati seseorang mengatakan bahwa nyontek itu tidak boleh, maka otak akan mengelolanya untuk menerima atau menolak. Pertimbangannya pun banyak. Jika tidak nyontek, maka akan mengulang tahun depan, dll. Namun, menyontek itu tidak boleh karena itu dosa, itu melanggar aturan, dll. Maka, jika ia menyontek, maka hasil dari otaklah yang keluar, dan jika ia tidak nyontek, maka itu berasal dari hati, walaupun memang melewati otak, tetapi sang pemilik keputusan lebih memilih mendengar kata hatinya. Mendengar kata hati atau mendengar logika tidaklah salah, namun harus dipertanggungjawabkan.
ada yang bilang hidup ini pilihan. kadang ada manusia yang hidup walau ia tidak memilih untuk hidup, tapi ia enggan untuk mati. Setiap manusia tercipta dengan kehendak untuk memilih sehingga ia dapat memilih jalannya sendiri. Kitab suci adalah pedoman dan penuntun jalan hidup bagi yang meyakininya, tetapi manusialah yang menentukan sendiri jalannya, yang kadang lebih banyak salahnya (ceroboh sekali).
Jika anda mau memilih, memilihlah dengan bijaksana, jika anda merasa anda sudah cukup matang untuk melakukannya. Pilihlah nilai yang menurut anda baik, dan dengan demikian anda akan dibawa ke pengadilan Tuhan untuk mempertanggungjawabkan semuanya.


Friday, April 29, 2011

BERSYUKUR

Suatu saat, ada seseorang yang sedang termenung memikirkan nasibnya yang serasa tidak pernah beruntung. Saat sedang berjalan-jalan ia menoleh keatas dan melihat beberapa ekor burung sedang terbang, lalu ia berfikir, “alangkah enaknya burung itu, bisa terbang kemanapun ia pergi. Ia dapat makan dimanapun dan kapanpun.”

Saking asyiknya berkhayal ia tiba-tiba dikejutkan oleh suara tembakan. Ternyata itu adalah tembakan senapan angin dari orang iseng dan tepat mengenai burung yang dilihatnya tadi.

Ia melanjutkan perjalanannya dan ia tiba ditepi sebuah kolam. Ia melihat ada sekelompok ikan sedang berenang kesana kemari, lalu ia berfikir, “alangkah enaknya ikan itu. Dimanapun ia bisa makan, ia tidak perlu bekerja dan hanya berenang. Ia tidak perlu terpanggang teriknya panas matahari.”

Sedang asyik melamun, tiba-tiba ia terkaget lagi. Ikan yang tadi dilihatnya telah dijala oleh seorang pelancong bersama temannya dan segera membawa ikan itu ke perapian untuk dibakar. Kemudian, orang itu melanjutkan perjalanannya.

Sesampainya ditaman, ia melihat seorang anak sedang bermain dengan anjing kesayangannya. Lalu berfikirlah ia, “alangkah enaknya anjing itu. Ia disayang tuannya, dibelai tuannya, diberi makan oleh tuannya, dan diajak jalan-jalan oleh tuannya, bahkan ia bermain bersama tuannya.”
Lalu, ia melihat anjing yang diamatinya tadi tiba-tiba berlari kearah jalan raya dan anjing tersebut ditabrak oleh mobil yang sedang lewat dan langsung mati. Tuannya menangis melihat anjing kesayangannya mati.

Ia melanjutkan perjalanannya dan melewati sebuah rumah yang sangat mewah. Di halaman depan rumah tersebut ada seorang anak yang kira-kira umurnya 12 tahun yang sedang duduk dikursi santai sambil disuapi makanan kecil oleh ibunya, lalu ia berfikir,”alangkah enaknya anak itu. Apa saja yang ia butuhkan terpenuhi. Ia sangat disayangi dan dimanja oleh orang tuanya, sepertinya ia memiliki segalanya.”

Lalu keluarlah ayah anak itu dan kemudian ibunya berkata,”waktunya mandi!” Ayah anak itu  kemudian membopong anak itu kedalam rumah. Namun, mengapa dibopong? Ternyata, ditengah keberadaan orang tuanya, anak tersebut mengalami kelumpuhan sejak lahir dan tidak bisa berjalan sama sekali.

kadang kita sering membandingkan keadaan sesuatu/seseorang dengan keadaan kita yang sekarang yang mungkin kurang baik. Padahal, ditengah enaknya kehidupan burung, iapun bisa mati karena ditembak. Ikanpun berakhir diperapian. Piaraan kesayangan bisa mati ditabrak. Anak yang berkelimpahan ternyata tidak sebaik orang yang bisa berjalan, berlari, dan beraktivitas dengan leluasa. Sebenarnya, yang terjadi adalah kita tidak realistis, tidak menerima kenyataan bahwa seperti inilah kita.

Entah apa yang kita alami hari ke hari, inilah kita. Kita ada sebagaimana adanya kita. Kita hidup, menghirup udara yang sama. Banyak orang yang lebih tidak beruntung dari kita ditengah ketidakberuntungan kita. Tidak perlu menuntut, hidup harus berjalan karena sudah ada yang mengatur. Manusia tidak bisa mengubah takdirnya, tetapi ia masih bisa berusaha mengubah nasibnya. Tuhan bukanlah pribadi yang suka menutup telinganya bagi doa manusia, tetapi sangat disayangkan manusia enggan bertindak untuk membawa perubahan. Semua tindakan manusia yang diserahkan kepada Tuhan niscaya diberkati, tetapi apakah totalitas dari sebuah penyerahan itu sudah dilakukan?
Satu hal lagi yang sangat penting, yaitu bersyukur. Bersyukur dikala gagal, bersyukur saat berhasil. “Saya hanya berusaha dan berdoa, hanya itu yang bisa saya lakukan dan selanjutnya biarlah Tuhan yang bertindak.” Dengan bersyukur, orang tidak akan kecewa ketika ia gagal dan tidak akan tinggi hati ketika ia berhasil.