Tuesday, January 29, 2013

Ada apa dengan penerima satu talenta?



Mungkin anda pernah membaca alkitab tentang “perumpamaan tentang talenta”. Anda bisa menemukannya di matius 25 : 14 – 30. Di sana diumpamakan ada tiga orang hamba yang di beri masing-masing lima, dua, dan satu talenta oleh tuannya untuk dijalankan agar didapatkan laba. Kemudian, yang menerima lima dan dua talenta itu menjalankan dan mendapatkan laba. Namun, yang menerima satu talenta tidak menjalankannya dan akhirnya ia dilempar. Saya hanya ingin meninjau si penerima satu talenta tersebut. Semoga bermanfaat.

Sebelum memulai, saya ingin mulai dengan talenta itu sendiri. Apa gerangan talenta? Di kutip dari kamus alkitab, talenta adalah ukuran timbangan sebesar 3000 syikal = kurang lebih 34 kilogram . Dalam perjanjian baru ukuran jumlah uang yang sangat besar nilainya, yaitu 6000 dinar. Dalam hal ini, saya akan mengambil definisi yang kedua karena perumpamaan tentang talenta memang tertulis di perjanjian baru. Di perjanjian baru, dinar merupakan satuan uang yang dipakai untuk menggaji seorang upahan perhari (matius 20 :2). Mari kita berhitung. jika satu hari seorang upahan digaji satu dinar dan satu talenta bernilai sama dengan 6000 dinar, diperlukan 6000 hari bekerja sebagai upahan untuk mengumpulkan satu talenta (jika uang tersebut tidak digunakan). 6000 hari = 16,44 tahun sehingga diperlukan waktu selama 16 tahun bekerja sebagai upahan setiap hari tanpa henti untuk mengumpulkan satu talenta. Jadi, sangat terlihat bahwasanya satu talenta itu adalah uang yang sangat banyak. Jika satu talenta sudah sangat banyak, tentunya 2 talenta, apalagi 5 talenta lebih banyak lagi, bukan?

Didalam alkitab KJV, kata yang dipakai untuk menyebut talenta pada perikop diatas adalah “talent”, yang berarti bakat. Sebenarnya, penggunaan kata “talent” disini sedikit membelokkan makna sebenarnya dari talenta yang dimaksudkan dalam perikop diatas. Namun, kita bisa mengambil sebuah implikasi tak langsung bahwa pada dasarnya baik bakat maupun uang adalah berkat Tuhan. Jadi, kita bisa sedikit menyimpulkan bahwasanya secara umum, talenta yang dimaksudkan didalam perikop diatas adalah berkat Tuhan, apapun itu.

Pada dasarnya Tuhan bukannya kurang baik dalam memberkati anak-anak-Nya. Bukankah satu talenta adalah uang (berkat) yang sangat banyak? Dapatkah kita menghitung semua berkat yang pernah Tuhan berikan? Faktanya, tidak mungkin. Pernahkah kita merasa bahwa hidup kita seperti hidup yang tidak diberkati? Cobalah hitung, atau bayangkan apa yang sudah Tuhan perbuat sejak anda lahir sampai sebagaimana anda sekarang. IA tidak pernah tidak bermaksud baik kepada anak-anak-Nya. Bukankah tidak ada ayah yang memberikan batu jika anaknya meminta roti? Namun, terkadang kita sering berprasangka buruk atas apa yang Tuhan izinkan terjadi didalam hidup kita karena kita menganggap bahwa hal tersebut adalah tidak baik menurut kita. Namun, Tuhan tetap baik. IA tidak pernah berubah dan selamanya IA baik.

banyak orang sering berprasangka kepada Tuhan bahwasanya mereka seperti ditinggalkan. Hidup mereka manderita dan kemudian menyalahkan diri sendiri atau bahkan menyalahkan Tuhan. Namun, bukankah semua orang pasti menerima berkat Tuhan sesuai kemampuannya? Apakah kita tidak menyadari walau hanya “satu talenta” saja diberikan pada kita, itu adalah jumlah yang sangat banyak? Sepertinya manusia yang keliru dalam menafsirkan kelimpahan yang dijanjikan kepadanya. Apakah kelimpahan itu? Apakah hidup enak? Kaya raya? Bebas penyakit? Atau kita memperoleh kelimpahan didalam Tuhan saat kita berada dalam masalah atau kesesakan?

Secara logika, bukankah akan lebih sulit mengatur yang lebih banyak dibanding yang sedikit? Bukankah akan lebih sulit mengatur lima talenta dibanding satu talenta? Haruskah kita terus bersungut-sungut sementara Tuhan sudah memberikan begitu banyak kemudahan? Bangsa Israel merupakan contoh nyata bagaimana begitu banyak kemudahan yang mereka dapat dalam perjalanan mereka dari tanah mesir menuju kanaan, tetapi masih bersungut-sungut. Sungut-sungut kita justru kelak menguji kesabaran Tuhan atas betapa keras kepalanya kita.

Sebagai anak Tuhan, mari kita menanggapi berkat Tuhan dengan cara yang dikehendaki-Nya. Terimalah segala keadaan dengan penuh ucapan syukur. ketika kita mendapat berkat, baik bakat, uang, nama baik, nama besar, posisi, jabatan, dan sebagainya hendaknya kita bersyukur. Syukur itu hendaknya diikuti dengan tanggung jawab; tanggung jawab dalam melakukan kasih demi hormat dan kemuliaan Nama-Nya serta menjadi kesaksian bagi sesama.