yang dimaksud dengan merendahkan diri disini bukanlah rendah diri (minder), tetapi kesediaan seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain (bahkan bawahan) sekalipun ia memiliki posisi tawar yang lebih tinggi guna terciptanya empati. Kita memandang baik merendahkan diri karena dengan demikian kita mampu bertenggang rasa dan memahami sesama manusia. Namun, pada realitanya apa yang terjadi?
Idealnya, semakin orang merendahkan diri, sekalipun posisi tawarnya lebih tinggi, orang-orang sekelilingnya seharusnya makin menghargai dan menghormati yang bersangkutan. Namun, apa yang sering terjadi? Mental manusia yang semakin rusak menyebabkan orang yang merendahkan dirinya justru semakin tidak dihargai, bahkan diinjak-injak wibawanya. Kemudian, standar ganda terjadi ketika sang pimpinan memasang tampang galak, tegas, dan dingin. Hal demikian akan mendatangkan cibiran, "pimpinan yang tidak menghargai bawahan", "pimpinan tidak manusiawi", dan lain sebagainya. organisasi yang stabil memerlukan pimpinan yang berwibawa dan bawahan yang mampu menghormati dan menghargai pimpinan. Struktur kelompok manapun tidak akan solid jika masing-masing anggota merasa bahwa I'm the boss here. Dari sini kita melihat bahwa empati seharusnya dimulai dari masing-masing morang. Jangan seseorang menuntut dihargai orang, tetapi hendaknya ia menyadari posisinya didalam kelompok dan berinisiatif menghargai orang lain.
Kekacauan juga terjadi ketika mental rusak seperti diatas dibawa ke ranah asmara. ketika salah satu pihak rela merendahkan dirinya, tetapi justru pihak yang lain menginjak wibawa yang bersangkutan, hal ini akan membawa pada kekacauan. Kekacauan dan ketidakharmonisan terjadi bukan karena ketidakadanya penghargaan terhadap perbuatan baik yang dilakukan, tetapi karena ketidakadanya penghargaan pada eksistensi dan hakikat. Perbuatan baik dilakukan adalah wajar dalam membangun relasi, tetapi tidak adanya penghargaan atas eksistensi, wibawa, dan hakikat seseorang akan berujung pada ketidakharmonisan.
Diatas semuanya, penyakit yang merusak adalah kesombongan. ketika pimpinan merendahkan diri, bawahan menjadi sombong dan menginjak wibawa pimpinan. ketika laki-laki yang seharusnya berwibawa dan tegas kemudian merendahkan diri, perempuan yang tinggi hati akan mengambil kesempatan itu untuk menginjak wibawa laki-laki. Kesombongan tidak hanya menghancurkan diri sendiri, tetapi juga menghancurkan relasi dengan sesama. Mengapa masih ada orang yang berpikir bahwa ia lebih tinggi dari orang lain, padahal yang bersangkutan memiliki posisi tawar yang tidak lebih tinggi?
Mungkin hal ini yang menyebabkan beberapa orang yang memiliki posisi penting dalam perusahaan/ instansi terlihat garang ataupun dingin dan sepertinya ia tidak memiliki teman ditempat itu. Hal ini wajar dilakukan demi kepentingan menjaga stabilitas organisasi agar pimpinan tetap bisa menurunkan visi dan bawahan mampu menangkap visi itu didalam rasa hormat kepada pimpinan. kadangkala bawahan sering kehilangan penghormatan kepada pimpinan hanya karena sudah akrab dengan pimpinan. Hal demikian tak boleh terjadi. Bawahan harus belajar menundukkan diri, sekalipun ia sendiri punya kualitas kepemimpinan juga. Kerendahan hati adalah karakter baik yang nilainya sangat tinggi yang pernah dimiliki oleh manusia ditengah zaman yang "membolehkan" manusia untuk sombong. Jikalah kelak kita menyapa pimpinan dijalan dan ia hanya diam dan dingin kemudian berlalu begitu saja, janganlah tersinggung. Ia memang harus seperti itu, sekalipun nuraninya tidak mengizinkan ia bertindak seperti itu. Jika kita punya kerendahan hati, kita punya cukup daya untuk mengerti hal-hal yang demikian, tetapi tidak akan mencontoh karakter sombong yang kelak akan menghancurkan diri sendiri.