Biasanya pembicaraan mengenai "mencari pasangan hidup yang bisa diajak susah" sering terisi oleh perdebatan yang mungkin seru untuk disimak. Tidak dapat dipungkiri bahwa pembicaraan mengenai topik diatas akan terjadi adu argumen antara laki-laki dan perempuan dengan argumen-argumen yang tidak ada habisnya. Saya ingin sedikit menuangkan apa yang saya pikirkan mengenai topik ini.
Perdebatan sering terjadi karena para lelaki umumnya mencari perempuan yang mau diajak susah, yang berarti mau diajak membangun karir bersama dari nol, sementara dari pihak perempuan sendiri berargumen bahwa laki-laki sebagai kepala keluarga haruslah bekerja keras untuk menghidupi keluarga. Perdebatan menjadi sengit tatkala tudingan materialistis dilemparkan para lelaki kepada perempuan yang hanya ingin bersama laki-laki mapan dan tak mau membangun kehidupan bersama, sementara dari perempuan tak kalah ganas menuding bahwa laki-laki yang tidak mapan terkadang pemalas dan tidak bisa bekerja keras untuk mengusahakan kemapanan.
Argumen pembenaran pasti bisa kita ciptakan. Namun, yang saya pikirkan adalah bagaimana pasangan kristen, atau para lajang kristen menanggapi hal ini secara logis dan bertanggungjawab, terutama bertanggungjawab kepada iman kristiani yang sudah dianugerahkan kepada diri masing-masing.
Menurut saya pribadi, kita sebagai orang kristen harus mencari pasangan yang mau diajak susah, dalam arti bahwa calon pasangan kita harus menerima kita ketika kita belum mapan dan mau berjuang bersama untuk membangun kehidupan. Mengapa? Alasannya logis dan sederhana, yaitu janji yang diucapkan ketika upacara sakramen pernikahan.
Dibeberapa gereja, secara garis besar janji pernikahan adalah bahwa mempelai mau mengasihi pasangannya baik dalam keadaan kelimpahan maupun kekurangan, baik dalam keadaan sehat maupun sakit sampai maut memisahkan. Hal ini harus benar-benar diperhatikan sebab janji itu adalah janji dihadapan Tuhan dan jemaat menjadi saksinya. Alasan untuk mencari pasangan yang bisa diajak susah adalah wajar dan logis mengingat bahwa menerima pasangan apa adanya ada di janji pernikahan. Apakah kita akan menikah dengan orang yang tidak bisa memenuhi janji itu? Konsekuensi logisnya adalah bahwa seseorang harus mengasihi pasangannya baik dalam keadaan senang maupun susah.
Yang paling penting adalah bahwa seseorang menikah dengan mengikat janji dihadapan Tuhan sampai maut memisahkan. Artinya bahwa janji itu berlaku sampai akhir hayat. Retorikanya adalah, "jika janji dihadapan Tuhan saja bisa dilanggar, apalagi janji terhadap kamu!". Jadi, logikanya adalah seseorang harus memastikan bahwa pasangannya mau diajak susah sebelum mengikat janji itu karena janji harus ditepati, apalagi janji dihadapan Tuhan. Karena Tuhan yang mempersatukan, ketika janji itu dilanggar, maka si pelanggar janji itu tidal hanya bersalah kepada pasangannya, tetapi ia juga bersalah kepada Tuhan.
Kadang kita sebagai orang kristen suka cari-cari alasan untuk membenarkan argumentasi kita mengenai sesuatu dengan alasan yang nampaknya manusiawi, tetapi melupakan hal yang paling penting, yaitu ketakutan/penundukan diri kita kepada Tuhan. Alkitab mencatat bahwa yusuf tidak mau berselingkuh dengan istri potifar bukan semata-mata karena dia takut pada potifar atau takut melanggar norma-norma dimasyarakat, tetapi lebih dari itu, ia tahu bahwa jika ia melakukannya, ia melakukan dosa besar dihadapan Tuhan. Ia tidak melakukannya karena kasih dan ketaatan kepada Tuhan.
Kita harus tanamkan dalam hati bahwa Tuhan adalah sumber berkat. Yang harus kita lakukan adalah bekerja keras dan berpasrah padaNya. Tidak semua orang akan menjadi kaya, bukan? Sekalipun mungkin para perempuan harus jeli melihat lelaki yang punya potensi dan memang mau bekerja keras untuk mengusahakan kesejahteraan. Namun, seperti IA memelihara bunga bakung diladang, IA jelas akan memelihara kehidupan anak-anakNya yang mengasihi Dia.
Saya pikir topik mengenai "pasangan yang bisa diajak susah" tidak perlu diperdebatkan terlalu sengit hahahaha. Alasan bisa datang dari berbagai tempat, tetapi apakah hidup kita sebagai orang kristen mau taat dan tunduk sepenuhnya kehendak Tuhan karena IAlah yang empunya hidup kita.