Saturday, December 31, 2016

dua ribu tujuh belas

senang akhirnya bisa menulis kembali. tak terasa sudah 366 hari kita jalani di tahun 2016 ini dan beberapa jam lagi kita akan melangkah ke tahun yang baru. saya tergerak untuk menulis sedikit dari apa yang ada dipikiran saya mengenai tahun ini (2016); mengenai apa yang saya lihat di internet, mengenai materialisme, dan banyak hal lain hehe.

di beberapa media sosial yang saya miliki, jika melihat dari feed yang berbau curhat (ga usah bahas politik ah, capek!), sepertinya tahun ini adalah tahun galau bagi banyak anak muda, baik yang fresh graduate maupun yang sudah berumur dan/atau lewat 1/4 abad seperti saya ha...ha...ha. pertanyaan yang kerap didengar selalu sama, yakni "kapan lulus?", "kapan kerja?", "kapan nikah?", dan lain sebagainya. bagi yang sedang galau pun akhirnya bertanya kepada diri sendiri, "kapan punya pasangan?", "kapan punya duit sendiri?" dan masih banyak lagi. sepertinya memang dijaman milenial ini begitu banyak hal yang orang selalu renungkan atau gumulkan dengan diri sendiri. apakah ini merupakan gejala zaman, sayapun tidak bisa memastikan. Namun, yang pasti, selalu saja ada hal yang kita galaukan/gumulkan dan entah mengapa hal-hal yang kita galaukan itu kerapkali menyoal hal-hal yang belum kita miliki, yang menurut standar orang lain (bahkan orang tua) harus kita miliki secepatnya.

saya mungkin terpaksa harus mengiyakan bahwa kita harus memiliki banyak hal diumur seperti ini, entah pekerjaan atau uang atau posisi atau sejumlah benda atau apapun. semua itu adalah tuntutan zaman bagi anak muda. Namun, bukankah nasib seseorang itu sudah ada yang mengatur? sebagai seorang teis, saya pikir bahwa nasib saya sendiri sudah Tuhan yang mengatur sehingga kita hanya perlu berusaha. Namun, apa jadinya jika apa yang sudah Tuhan gariskan tidak sesuai dengan keinginan kita atau tidak sesuai dengan tuntutan sosial? haruskah kita mengeluarkan segenap energi dan menghabiskan waktu untuk memperoleh apa yang zaman ini tuntut kita harus miliki?

saya pikir kita tidak perlu munafik dan kita harus jujur terhadap diri sendiri bahwa kita membutuhkan semuanya itu. uang memang bukan segalanya dalam hidup ini, tetapi segala sesuatu memang butuh uang. untuk gedung resepsi perlu uang, untuk katering butuh uang, untuk bayar kontrakan butuh uang. kekasih itu bukan segalanya, tetapi manusia itu mahluk sosial dan hidup sendiri itu tidak enak. manusia perlu teman berbagi; perlu teman hingga pasangan hidup. Namun, apakah kita harus mengerahkan seluruh energi kita untuk itu semua? apakah kita harus memfokuskan seluruh pikiran kita untuk itu semua?

kemudian saya terinspirasi oleh sebuah penggalan dalam injil yang menurut saya menarik. matius 6 : 32a mencatat, "semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah". dalam konteks bagian itu, apa yang dimaksud dengan "semua itu"? yang dimaksudkan adalah makanan, minuman, dan pakaian (matius 6:31). Namun, bukankah kita membutuhkan itu semua? lalu jika kita mengejar semua itu, apakah kita lantas tak ubahnya sama dengan bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah?

ketika saya melihat bagian itu, saya jadi berpikir, jikalau memang sekarang saya sedang mengejar hal-hal yang demikian, dan jikalau saya memanggil diri saya sebagai kristen, maka saya akan terjun kedalam sebuah ironi, tatkala saya mengejar hal yang dikejar oleh mereka yang tak mengenal Allah. lalu apa bedanya saya dengan mereka?

memang didalam matius dituliskan bahwa Allah mengerti kita membutuhkan semuanya itu dan akan menyediakannya tatkala kita berusaha. Namun, isu yang sangat penting disini adalah perintah "carilah kerajaan Allah dan kebenaranNya". Bagaimana caranya mencari kerajaan Allah saat kita sedang fokus berhitung didalam pekerjaan? atau dalam mendesain sesuatu? kemana pikiran kita dan perasaan kita harus kita tempatkan dalam proses pencarian kerajaan Allah tatkala konsentrasi kita tertuju pada apa yang ada dihadapan kita?

pikiran saya akhirnya berlabuh pada suatu hal, yakni ketamakan. Ya! ketamakanlah yang membuat bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah menyerang dan menaklukkan bangsa lain untuk dijarah. ketamakanlah yang membuat kita jahat. ketamakanlah yang membuat kita berlaku tidak adil. keserakahanlah yang membuat kita menghancurkan orang lain. ketamakan akan berujung pada sebuah target, dimana kekecewaan dan kemarahan sedang menunggu tatkala kita tidak bisa mencapai target yang kita buat sendiri dan kita kenakan sendiri pada diri kita. aktualisasi diri yang tidak sesuai kehendak Allah yang menyebabkan kita menjadi orang yang selalu kuatir. kesombongan pada diri sendirilah yang membuat kita akhirnya rendah diri tatkala dalam izin Tuhan tren positif yang kita alami akhirnya berhenti. akhir kata, semua kekuatiran terjadi karena kita tidak (atau terlambat) mengosongkan diri sekosong-kosongnya, tetapi mengisinya dengan kehendak dan nafsu kita sendiri dan bukan kehendak Allah.

dalam waktu-waktu kebelakang, saya seperti mengerti akan suatu hal, jikalau kerendahan hati dan tekad mengosongkan diri itu sangat dekat. mengosongkan diri dalam arti menghilangkan segenap ego yang kita punya, menghilangkan segala ketamakan dan rendah diri, lalu berfokus dan mengisinya dengan apa yang Allah kehendaki. mungkin, dalam hidup beriman, di bagian inilah yang barangkali sulit bagi kita untuk dijalani karena Allah adalah pribadi yang berkehendak, sedangkan kita sendiri adalah pribadi yang berkehendak juga. Jadi, kehendak siapakah yang harus kita ikuti?  inilah bagian yang sangat sulit.

disinilah terlihat bahwa betapa kita memerlukan pertolongan Tuhan, pertama, untuk melunakkan hati kita yang keras; yang kerapkali mengikuti kehendak diri sendiri. kedua, kita harus menyadari bahwa kita adalah mahluk yang sejatinya telah berdosa dan dengan kerendahan hati mengakui ketidakmampuan kita untuk hidup benar dihadapan Tuhan tanpa Tuhan ikut campur. ketiga, mengosongkan diri dan menjadikan kehendak Allah, seperti yang telah IA firmankan menjadi fokus kita. Allahlah yang harus kita senangkan sekarang, bukan orang tua, bukan kekasih, bukan teman, bukan siapapun. Allah adalah kasih dan IA mencintai keadilan dan hukum, maka hiduplah dan berlakulah adil. Allah membenci dosa maka kita harus memelihara hidup agar tetap kudus. berat, bukan? ya, memang berat jika kita tidak berserah sepenuhnya.

"apakah saya sudah mengosongkan diri dan mengikuti kehendak Allah?" harus tetap kita tanyakan pada diri sendiri. sekarang, jikalau pertanyaan itu ditanyakan, apakah kita sudah melakukannya?

selamat menyongsong tahun baru, selamat mengosongkan diri.

Friday, August 19, 2016

hak istimewa dan rasa lelah

"roh memang penurut, tetapi daging lemah"

kutipan diatas rasanya tidak asing lagi pagi menganut nasrani karena memang saya mengambilnya dari alkitab. mungkin apa yang saya tulis ini belum tentu kontekstual dengan kutipan diatas pada kondisi pada saat Yesus mengatakannya di taman getsemani. Namun, mungkin apa yang saya pikirkan ini sedikit lebih filosofis (cem betul) hahaha. semoga tulisan ini bisa bermanfaat.

saya sedang memikirkan soal hal ini, "apakah bekerja, membantu orang, memaafkan orang, dan melakukan berbagai hal yang baik adalah sebuah kewajiban?" saya sering melihat banyak fenomena bahwa melakukan hal baik di era ini dianggap sebagai kewajiban, bahkan sesuatu yang menyusahkan diri, terlebih jika itu menyangkut orang lain. apakah sebenarnya sedari awal Allah hanya memberi manusia kewajiban dan kewajiban yang rasanya sekarang ini sangatlah memberatkan?

menariknya adalah Allah sudah memerintahkan manusia untuk bekerja dengan memelihara serta mengusahakan taman eden. apakah ini kewajiban (yang memberatkan)? tentu tidak. ini adalah privilege (hak istimewa). Allah memberikan hak istimewa kepada manusia untuk mengelola seluruh ciptaanNya. saya jadi berpikir, sepertinya memang apa yang Allah perintahkan kepada manusia bukanlah sebuah perintah yang kejam dan otoriter, tetapi sebuah hak istimewa yang Allah berikan dalam relasiNya dengan manusia. lalu, mengapa bekerja di era ini menimbulkan banyak keluhan?

dosa. ya! manusia telah jatuh kedalam dosa. tubuh kita menjadi terbatas. kita bisa merasa sakit, merasa lelah, diserang penyakit, bahkan jauh didaalam hati kita, kita merasa kecewa, marah, sedih, dan segala bentuk perasaan negatif yang akhirnya mempengaruhi tubuh kita. manusia yang kehilangan kemuliaan Allah menjadi rapuh dan tak mampu, bahkan mazmur mencatat bahwa umur manusia hanya sampai 70 tahun dan jika kuat, 80 tahun. bekerja yang adalah hak istimewa yang Allah berikan berubah menjadi sesuatu yang membosankan bahkan memuakkan tatkala tubuh kita mulai lelah dan penat. mengasihi yang adalah hak istimewa berubah menjadi berat ketika hati kita disakiti dengan luar biasa. kasih berganti menjadi amarah dan dendam.

ternyata memang tidak hanya tubuh manusia yang rapuh, tetapi juga hatinya. kejatuhan manusia kedalam dosa membuat semua manusia menjadi rapuh, entah mereka mengakuinya atau tidak. dengan ditambah hasutan si jahat, maka segala bentuk hak istimewa yang Allah berikan kepada kita untuk kita lakukan menjadi terasa berat, apalagi jika itu menyangkut orang lain sehingga orang kemudian lebih memfokuskan diri pada dirinya sendiri, padahal sejatinya manusia adalah mereka yang hidup dalam relasi, baik dengan Tuhannya maupun dengan sesamanya.

kejatuhan manusia didalam dosa membuatnya tak mampu untuk melakukan hak-hak istimewa yang Allah berikan ini, terlebih ketika tubuhnya sedang lelah. manusia lelah bekerja, lelah mengasihi, lelah mengampuni, dan berbagai macam kelelahan yang lain adalah bukti kerapuhan manusia. dosa membuat manusia lelah lahir dan batin. rasanya tidak mungkin manusia bisa mengerjakan hak-hak istimewa ini jikalau tidak ada tambahan kekuatan yang menguatkan hatinya, yakni kekuatan dari Allah sendiri.

sepertinya memang hidup manusia menjadi makin berat dari hari ke hari karena harus berhadapan dengan orang yang mungkin tak memperlakukannya sesuai dengan yang diharapkan atau harus menghadapi beban-beban lain yang mungkin ia takkan bisa menyelesaikannya karena rasa lelah ini. Namun, jika kita percaya kepada Tuhan, bukankah mindset kita harus diubah bahwa apa yang kita kerjakan didalamNya akan memperoleh perkenaanNya? Namun, sering kita lalai soal ini karena sebagai manusia, kita adalah mahluk yang rapuh. untuk itulah kita memang harus terus memohon ampunan Tuhan dan memohon agar hati kita dikuatkan olehNya disaat fisik kita lelah dan hati kita disakiti orang lain.

roh memang penurut, tetapi daging lemah. selama roh kita masih mendiami tubuh yang rapuh ini, kita belum sepenuhnya sempurna. saya jadi berandai apabila tubuh kita immortal (selamanya kuat) mungkin kita takkan pernah mengeluh dan keberatan ketika melakukan apa yang Allah inginkan kita kerjakan. Namun, kita sudah jatuh kedalam dosa dan tetap terus akan mengalami rasa lelah sampai akhir hayat.

saya pikir kita semua harus kembali ke rancangan awal Allah sebelumnya jikalau kita harus mengerjakan panggilan kita selama kita masih didunia. hati maupun fisik kita pasti akan rapuh. semoga pandangan kita tetap tertuju kepada Tuhan dalam mengerjakan panggilan (hak istimewa) yang Allah telah berikan dan jangan pernah lupa untuk memohon agar Tuhan menguatkan hati kita agar kita bisa dengan sabar dan tabah mengerjakan panggilan kita.

Monday, August 8, 2016

Munafik dalam sudut pandang Yesus

memang menarik tatkala kita membaca alkitab dan melihat perseteruan antara Yesus dengan ahli-ahli taurat serta orang farisi, dimana betapa tersinggung dan sakit hatinya mereka karena berkali-kali Yesus menyatakan mereka adalah orang-orang munafik. eh, tunggu dulu! munafik? apakah orang yahudi ini tindakan di hidupnya tidak selaras dengan apa yang mereka ajarkan? ternyata tidak. mereka sangat konsisten dengan perkataan dan tindakan. perkataan dan tindakan mereka sangat selaras sehingga kalau kita menuding mereka munafik, mereka akan bertanya balik, "dibagian manakah aku tidak melakukan apa yang aku ajarkan?" mereka tampak sempurna sekali diluar, tetapi tudingan Yesus itu tajam sekali. lalu, apa yang dimaksud Yesus dengan munafik disini?

here we go. memang sejatinya hati mereka itu busuk sehingga mereka melakukan segala bentuk ibadah hanya supaya mereka dilihat dan dikagumi orang dan yang sama parahnya adalah bahwa mereka an menggunakan hukum taurat dan membentuk standar tertentu yang bisa mereka penuhi lalu memaksa orang lain untuk mengikuti standar itu. jika orang lain tak mampu memenuhi standar yang mereka buat sendiri, maka dengan menggunakan hukum taurat mereka akan menghukum orang lain. mereka memanfaatkan ketidaktahuan orang lain akan kitab suci untuk menekan orang lain dan menghukum mereka dengan konsekuensi yang sangat berat. benar mereka membayar persembahan. tetapi mereka abaikan keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan (matius 23 : 23). mereka hendak menghukum perempuan yang kedapatan berbuat dosa, tetapi lupa bahwa mereka sendiri berdosa. "kamu harus ikut standar kami!" inilah yang disebut munafik, dimana mereka memplintir esensi kitab suci hanya supaya orang-orang mengikuti standar mereka, bukan mengikut Tuhan.

seberapa sering kita seperti ini? kita kurang menggali kekayaan kitab suci, tetapi mematok standar yang harus diikuti orang lain sebagai standar spritualitas?

"Tuhan itu mahakaya sehingga sebagai anakNya pun kita harus kaya raya. menjadi kaya adalah tanda kita diberkati Tuhan. miskin adalah tanda kita kena kutuk Tuhan". sering mendengar yang demikian? apakah Tuhan tidak akan pakai orang miskin untuk nyatakan kemuliaanNya? dilain pihak, coba kalau kita membaca alkitab, kita akan lebih sering lihat Tuhan Yesus memakai orang-orang miskin dan orang-orang biasa untuk pekerjaanNya. statement "kaya = diberkati Tuhan, miskin = dikutuk Tuhan" adalah bentuk kemunafikan spiritual. manusia membentuk standar karena mereka bisa mencapai itu, bukan karena alkitab dengan jelas menyatakan demikian.

"nilai kita harus setinggi-tingginya. (bagi yang mahasiswa) hanya dengan IPK yang tinggi kita bisa menjadi garam dan terang dunia. yang pintar akan menjadi yang terdepan". apakah ini sesuai dengan alkitab? hal demikian justru kontradiksi dengan ini, bahwasanya "tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat (I korintus 1 : 27)". lagi-lagi manusia membentuk standar yang hanya bisa mereka penuhi, tetapi mengabaikan yang bahkan sudah dengan jelas dinyatakan dalam alkitab. "akademik bagus = diberkati Tuhan, akademik jelek = dikutuk Tuhan" pun bentuk kemunafikan spiritual. kita bisa lihat sendiri bahwa ada orang menerima 5 talenta, ada yang 2 talenta, ada yang satu, masing-masing menurut kemampuannya. Tuhan memberi kemampuan kepada masing-masing orang berdasarkan standarNya sendiri.

"tubuh kita sehat = kita diberkati Tuhan. kita sakit = kita kena kutuk" pun bentuk kemunafikan spiritual karena manusia adalah mahluk yang rapuh sejak jatuh kedalam dosa sehingga tidak ada satu manusiapun didunia ini yang tidak mungkin jatuh sakit. lalu mengapa ada orang yang membentuk standar yang hanya bisa dipenuhinya sendiri dan mendukakan hati orang yang sedang menderita?

seberapa sering kita mematok standar spiritualitas yang harus diikuti orang yang hanya bisa kita penuhi, sementara Firman Tuhan tidak pernah mengajarkan hal itu; sementara Firman Tuhan bahkan lebih kaya dari standar remeh yang kita buat? betapa terasa mengerikannya ketika kita melihat kepada diri sendiri dan ternyata selama ini kita munafik dan Tuhan Yesus mengecam kita. kita tidak bisa mematok standar spiritualitas untuk diikuti orang lain selama kita sendiri masih pendek dan dangkal. mari terus belajar menggali Firman Tuhan supaya kekayaanNya bisa dibagikan pada semua orang dan jangan lupa kenakan keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan.