Pertanyaan pertama selalu "sudah lulus belum?",
Kemudian, dipercakapan berikutnya,
Pertanyaan pertama, "sudah wisuda belum?"
Kemudian dipercakapan berikutnya,
Pertanyaan pertama, "masih dibandung?"
Polanya adalah, makin lama makin halus.
"Masih dibandung?" Adalah pertanyaan yang sama esensinya dengan pertanyaan-pertanyaan sebelumnya karena begitu dijawab "ya", tandanya belum beres kuliah. Intinya sama saja, ingin menanyakan apakah saya sudah selesai studi S-1 atau belum kemudian nihil tanggapan lagi. Apa pentingnya informasi selesai atau tidaknya studi saya baginya? Apakah ia peduli? Saya pikir tidak.
28 maret 2015, saya terima ijazah itu dengan menggunakan jas dan toga lengkap, disambut dipintu gerbang oleh pasukan merah yang siap mengarak. Hadiah yang saya terima pun tak kalah banyak, mulai dari bunga, boneka, kue, coklat, batu, dll. Bunga itu saking banyaknya dapat ditampung di ember, dan jika saya membawanya mungkin saya akan terlihat seperti penjual bunga di pinggir jalan yang menjual dagangannya dengan ember. Lalu, dimana dia? Mungkin dia tidak ada disana karena keterbatasan ruang dan waktu. Biarlah. Itu haknya.
Sudah beberapa hari berlalu sejak hari itu. Mungkin hingar bingarnya sudah berakhir, tetapi penasaran tak kunjung hilang. Sudah selesai. Lalu, adakah ucapan selamat darinya? Sedikitpun tidak. Lalu, untuk apa pertanyaan "sudah lulus?", "sudah wisuda?", serta "masih dibandung?" diwaktu-waktu sebelumnya? Apa artinya lulus baginya? Apa artinya wisuda baginya? Apa artinya keberadaan saya dibandung baginya kalau hal itu hanya sekedar saja? Apa artinya semua itu jika hanya jadi pemanis percakapan walau sebenarnya tawar dan tak berguna?
Jikalau memang waktunya tiba, kata yang tak kunjung keluar untuk menjelaskan letak kesalahan dan yang berakhir dengan kepergian tanpa kata, lalu apa artinya semua kata rohani dan semua dukungan yang katanya dibawakan dalam doa itu? Ya! Itu hanyalah sebuah formalitas dan pelarian dari seseorang yang sedang putus asa dengan keadaannya yang tak seindah harapan. Ia yang dicampakkan kemudian mencampakkan.
Lalu, mengapa harus saya? Ada apa gerangan?
No comments:
Post a Comment