Suatu pagi, bangunlah seorang pemuda berumur perak dari tidurnya. Keluarlah ia dari kamarnya untuk mencari makanan untuk sarapannya. Pergilah ia ke warung langganannya dan makanlah ia. Setelah itu, ia pergi mencari buah untuk pencuci mulut. Maka bertemulah ia dengan seorang pria paruh baya sedang mendorong gerobak yang berisi berbagai macam buah. Didatanginyalah gerobak itu sambil melihat-lihat isinya.
Diantara buah-buahan di gerobak itu, pepayalah yang sangat menarik hatinya. Warnanya oranye kemerahan, terlihat menarik, dan tampak lezat. Dibelinya empat bungkus pepaya yang sudah dipotong kecil-kecil dan dibawanya pulang. Dimakanlah olehnya dua bungkus pepaya lalu mandi dan pergi. Ditinggalkannya dua bungkus pepaya untuk dimakan malam harinya.
Malam hari, pulanglah ia. Dilihatnya dua bungkus pepaya yang masih terlihat menarik itu. Diambilnya sebungkus dan akan dimakannya. Namun, sebelum potongan pertama masuk ke mulutnya, curigalah ia. Diciumnya seluruh pepaya dalam bungkusan itu dan terkejutlah ia. Aroma yang diciumnya bukan aroma buah, tetapi aroma pemanis makanan buatan. Curigalah ia bahwa pepaya itu telah dicampur dengan pemanis buatan sehingga dibuangnyalah kedua bungkus pepaya itu.
Esok harinya, dibelinyalah pepaya dari pasar yang masih utuh yang belum dikupas. Dikupasnyalah pepaya itu dan terkejutlah ia. Pepaya yang dikupasnya begitu manis, tetapi berwarna lebih pucat dibanding pepaya yang ia beli kemarin. Curigalah ia bahwa pepaya yang dibelinya kemarin tidak hanya diberikan pemanis buatan, tetapi juga pewarna, yang tidak diketahuinya apakah pewarna tersebut merupakan pewarna makanan atau pewarna bahan lain.
Sejak saat itu, ia makin berhati-hati ketika membeli buah. Tidak mau dibelinya lagi buah yang sudah dikupas, tetapi dibelinya buah yang masih utuh. Ia sadar bahwa pedagang buah pun dapat berlaku kotor dan licik supaya dagangannya laku. Ia pun menghimbau orang lain agar berhati-hati dalam membeli buah digerobak.
No comments:
Post a Comment