Friday, December 25, 2015

Orang kafir yang diperkenan Tuhan bagian 2 : Para gembala

Pada bagian 1 sudah dibahas tentang orang majus. Hal yang menarik juga jika kita membicarakan para gembala dalam kisah natal, dimana mereka adalah orang - orang yang langsung didatangi malaikat, dimana kepada mereka dikabarkan kelahiran Mesias di betlehem. Namun, siapa gerangan mereka ini?

Para gembala ini kemungkinan besar adalah gembala upahan, yaitu orang yang dipekerjakan untuk menjaga domba majikannya. Mereka ini adalah orang - orang yang dianggap kafir di jamannya karena beberapa sebab, yakni mereka tidak pernah beribadah di bait Allah dan memperingati hari sabat karena pekerjaan mereka yang setiap hari menggembalakan domba. mereka dianggap sebagai orang - orang yang tidak dapat dipercaya sehingga mereka (para gembala) ini tidak boleh dijadikan saksi dalam sidang suatu perkara. Mereka sendiri adalah orang - orang yang kasar dan brutal. Mereka tidak segan - segan bertarung dengan binatang buas dengan tongkat mereka ketika domba - domba mereka hendak dimangsa. mereka kotor, jarang mandi, jarang menyucikan diri sehingga memasuki bait Allah pun berat untuk mereka.

Namun, dalam penampakan malaikat kepada mereka (lukas 2 : 8 - 20), ada beberapa hal yang mereka alami yang saya pikir istimewa. Pertama, mereka didatangi malaikat dan kepada mereka diberitakan penggenapan nubuatan para nabi. Hal ini luar biasa sebab tidak ada ahli taurat, ahli agama, atau keluarga kerajaan di era itu yang menerima penyataan Allah itu secara langsung dari utusan Allah (malaikat) selain para gembala ini. Kedua, malaikat memberikan kabar kepada mereka secara detil dimana Yesus, bagaimana tanda - tanda-Nya ketika mereka menemukan-Nya. Pemahaman yang rendah akan kitab suci tidak menghalangi mereka untuk datang kepada Juruselamat, tetapi bahkan malaikat sendiri yang memberitahu mereka secara detil; perkenaan Allah atas mereka yang menjadikan ini semua. Ketiga (ini dalam pandangan saya pribadi), kepada mereka disaksikan bala tentara dan malaikat memuji Allah. seindah apapun musik dan pujikan yang pernah di kumandangkan manusia, tentu akan lebih indah ketika malaikat yang langsung memuji Allah karena mereka memuji didalam kekekalan. 

Didalam ketakutan, mereka segera bergegas ke betlehem ke tempat dimana Yesus terbaring. setelah mereka melihat Yesus, mereka memuji Allah. Lihatlah, penyataan Allah atas mereka membawa sukacita dan kepada Allah dikembalikan ucapan syukur. mereka yang kafir ini, mereka yang tidak terhitung dikalangan para saleh, kepada merekalah dinyatakan kelahiran Mesias. Siapa yang menyangka bahwa kelahiran Mesias dinyatakan kepada orang - orang yang didalam pandangan manusia tidak layak? 

Penyataan Allah yang agung ini seharusnya membuat kita lebih rendah hati. kepandaian, kesalehan, kekuasaan kita bukanlah hal yang terlalu luar biasa bagi-Nya. IA memilih mereka yang lemah, yang kurang dalam pemahaman kitab suci untuk menyatakan kehendak-Nya. kerendahan diri kitalah yang diinginkan-Nya. Kiranya natal ini semakin menyadarkan kita untuk tetap merendahkan diri dihadapan Allah; sadar bahwa kita adalah ciptaan dan IA adalah pencipta; sadar bahwa kita orang berdosa yang perlu pengampunan; sadar bahwa Mesias lahir untuk menyelamatkan manusia dari natur dosa mereka. selamat natal!

Thursday, December 24, 2015

Orang kafir yang diperkenan Tuhan bagian 1 : orang majus

Natal tinggal satu hari. Malam natal tinggal beberapa jam lagi. Kisah natal sebenarnya tidak lepas dari kisah orang majus dari timur yang datang ke betlehem untuk menyembah Yesus. Tidaklah jelas bagi saya berapa jumlah orang majus ini dan juga nama – nama mereka karena saya belum menemukan suatu sumber yang pasti. Hanya saja menarik untuk melihat siapa gerangan orang majus ini. Ada kemungkinan beberapa tempat darimana mereka berasal, antara lain Mesopotamia, Asyur, Persia, atau babel. Yang menarik adalah, bagaimana mereka tahu seorang raja telah lahir di Israel hanya dengan melihat fenomena astronomi dilangit?

Kalau melihat kemungkinan tempat-tempat darimana mereka berasal,  maka kita harus kembali ke jaman pascapendudukan mesir atas Israel. Daerah-daerah ini merupakan daerah yang dulunya dilalui bangsa Israel sebelum sampai ke tanah kanaan. Kita mulai dari kejadian dimana orang Israel hendak melewati wilayah edom dan meminta izin kepada penguasa teritori tetapi ditolak dengan ancaman (perang) sehingga Israel harus melewati jalan lain (bilangan 20). Israel pun meminta izin untuk melewati wilayah kerajaan Amori kepada Raja Sihon. Namun, Raja Sihon menolak dan justru memerangi bangsa Israel (bilangan 21). Tangan Tuhan menolong bangsa Israel sehingga Israel menang dan menduduki wilayah Amori. Perang pun terjadi ketika Israel melewati kerajaan Basan dan  berkat tangan Tuhan Israel pun menang dalam peperangan. Dua kali kemenangan ini membuat panik Balak, raja moab. Balak kemudian meminta bileam (nabi) untuk mengutuki bangsa Israel. Namun, Tuhan tidak membolehkan hal itu karena Israel telah diberkati. Bileam pun diperintahkan Tuhan untuk berangkat bersama utusan Balak dengan satu catatan bahwa apa yang akan dia katakan adalah harus sama persis dengan apa yang difirmankan Tuhan. 

Di tengah jalan, bileam dan keledainya di hadang malaikat Tuhan dengan pedang terhunus. Setelah konflik antara bileam dengan keledai itu, akhirnya Tuhan mengulang lagi perintah bahwa apa yang bileam sampaikan harus persis sama dengan apa yang Tuhan firmankan (kisah dengan keledai ini menyiratkan bahwa Bileam melakukan sesuatu yang jahat terkait dengan perintah Tuhan sebelumnya sehingga ia dihadang malaikat dengan pedang terhunus, diakuinya sendiri dalam bilangan 24 : 13). Setelah bileam sampai kepada Balak, apa yang terjadi? Bileam justru memberkati Israel, seperti yang Tuhan firmankan sehingga marahlah Balak. Dalam nubuatan bileam (bilangan 24 : 15 – 25), ada hal yang menarik terkait dengan bintang, yaitu pada bilangan 24 : 17 (nubuatan bileam ini merupakan salah satu nubuatan di perjanjian lama tentang kelahiran Mesias). Dari sinilah berkembang suatu nujum atau klenik saat itu (di bangsa –bangsa ditimur asal orang majus ini) bahwa bintang tertentu akan muncul dilangit sebagai tanda lahirnya raja di Israel . Dari generasi ke generasi orang – orang di timur ini mengamati bintang didalam peradaban mereka. Klenik yang mengaitkan bintang dan kelahiran raja inilah yang menuntun orang-orang majus ini menuju ke Israel. Mereka datang tidak berbekal pengetahuan yang cukup. Mereka hanya tahu bahwa di Israel telah lahir seorang penguasa tanpa tahu dimana tepatnya lahirnya bayi itu.

Hal yang wajar jika mereka berpikir bahwa raja seharusnya lahir di istana sehingga mereka mendatangi herodes untuk bertanya. Herodes yang terkejut kemudian memanggil ahli-ahli taurat dan dari ahli-ahli taurat ini orang majus mengetahui bahwa sang raja lahir di betlehem. Hal ajaib terjadi. Bintang yang mereka lihat semula mencolok dilangit seakan bergerak mendahului dan berhenti diatas tempat Yesus. Banyak versi terjemahan bagaimana hal ini bisa terjadi, tetapi ada satu versi yang barangkali lebih menjelaskan kejadian ini, dimana bintang yang mendahului orang majus ini adalah suatu “bintang yang lain” yaitu bintang supernatural  (ada yang menerjemahkan bahwa bintang ini adalah perwujudan malaikat yang terlihat seperti bintang dilangit yang bertujuan untuk menuntun orang majus ini, karena kelahiran Yesus pun disaksikan oleh malaikat kepada gembala di padang) yang bergerak menuju kandang tempat Yesus. Disinilah orang majus akhirnya bertemu dengan Yesus setelah perjalanan panjang dengan pengalaman yang tak terduga. Persembahan yang mereka bawa pun sarat akan esensi, yaitu emas (melambangkan kemuliaan Yesus), kemenyan (menggambarkan Yesus sebagai imam besar), dan mur (melambangkan kematian yang akan dialaminya).

Ketika kabar mesias lahir, bahkan raja Israel dan ahli taurat tidak menyambut sama sekali. Namun, orang – orang kafir di jaman Yesus, yaitu orang – orang majus ini justru yang datang menyembah kepada Yesus, sekalipun diawal hanya berbekal fenomena astronomi yang mungkin bisa kita saksikan juga sekarang di era modern ini. Namun, dengan Firman Tuhan yang disampaikan kepada mereka melalui ahli taurat dan dengan “bantuan” bintang, maka mereka akhirnya bertemu sang raja. Apa yang herodes dan ahli taurat lakukan? Tidak ada. Nubuatan mereka tahu, pengetahuan mereka punya, manuskrip ada dalam perbendaharaan mereka, tetapi mereka yang mencari Mesias yang lahir ke dunia justru bukan orang – orang yang termasuk saleh ini.

Di dalam sejarah kekristenan Tuhan sering menggunakan orang – orang yang lemah untuk melakukan kehendak-Nya. Kisah natal ini dengan jelas mengajarkan kita bahwa Tuhan pun berkenan kepada orang yang dengan kebutaannya pun masih bersungguh – sungguh mencari Dia. Adakah kepandaian, kekayaan, kemashuran, dan segala kelebihan manusia membuat Dia terkagum? Sama sekali tidak. Tuhan mengangkat, menuntun, membuka pintu-Nya bagi setiap orang yang dikenan-Nya. Manusia harus merendahkan diri dihadapan-Nya karena IA bisa memakai siapapun. Siapakah kita, manusia, sehingga kita merasa bahwa kita terlalu istimewa? Kita yang berpikir kita istimewa, barangkali harus berkaca kepada orang majus yang kafir ini, dimana mereka yang kafir ini di perkenan Tuhan untuk bertemu dengan-Nya, bahkan memberi persembahan kepada-Nya dan diterima-Nya. Selamat menyongsong natal.

Wednesday, August 19, 2015

Perihal merendahkan diri

yang dimaksud dengan merendahkan diri disini bukanlah rendah diri (minder), tetapi kesediaan seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain (bahkan bawahan) sekalipun ia memiliki posisi tawar yang lebih tinggi guna terciptanya empati. Kita memandang baik merendahkan diri karena dengan demikian kita mampu bertenggang rasa dan memahami sesama manusia. Namun, pada realitanya apa yang terjadi?

Idealnya, semakin orang merendahkan diri, sekalipun posisi tawarnya lebih tinggi, orang-orang sekelilingnya seharusnya makin menghargai dan menghormati yang bersangkutan. Namun, apa yang sering terjadi? Mental manusia yang semakin rusak menyebabkan orang yang merendahkan dirinya justru semakin tidak dihargai, bahkan diinjak-injak wibawanya. Kemudian, standar ganda terjadi ketika sang pimpinan memasang tampang galak, tegas, dan dingin. Hal demikian akan mendatangkan cibiran, "pimpinan yang tidak menghargai bawahan", "pimpinan tidak manusiawi", dan lain sebagainya. organisasi yang stabil memerlukan pimpinan yang berwibawa dan bawahan yang mampu menghormati dan menghargai pimpinan. Struktur kelompok manapun tidak akan solid jika masing-masing anggota merasa bahwa I'm the boss here. Dari sini kita melihat bahwa empati seharusnya dimulai dari masing-masing morang. Jangan seseorang menuntut dihargai orang, tetapi hendaknya ia menyadari posisinya didalam kelompok dan berinisiatif menghargai orang lain.

Kekacauan juga terjadi ketika mental rusak seperti diatas dibawa ke ranah asmara. ketika salah satu pihak rela merendahkan dirinya, tetapi justru pihak yang lain menginjak wibawa yang bersangkutan, hal ini akan membawa pada kekacauan. Kekacauan dan ketidakharmonisan terjadi bukan karena ketidakadanya penghargaan terhadap perbuatan baik yang dilakukan, tetapi karena ketidakadanya penghargaan pada eksistensi dan hakikat. Perbuatan baik dilakukan adalah wajar dalam membangun relasi, tetapi tidak adanya penghargaan atas eksistensi, wibawa, dan hakikat seseorang akan berujung pada ketidakharmonisan.

Diatas semuanya, penyakit yang merusak adalah kesombongan. ketika pimpinan merendahkan diri, bawahan menjadi sombong dan menginjak wibawa pimpinan. ketika laki-laki yang seharusnya berwibawa dan tegas kemudian merendahkan diri, perempuan yang tinggi hati akan mengambil kesempatan itu untuk menginjak wibawa laki-laki. Kesombongan tidak hanya menghancurkan diri sendiri, tetapi juga menghancurkan relasi dengan sesama. Mengapa masih ada orang yang berpikir bahwa ia lebih tinggi dari orang lain, padahal yang bersangkutan memiliki posisi tawar yang tidak lebih tinggi?

Mungkin hal ini yang menyebabkan beberapa orang yang memiliki posisi penting dalam perusahaan/ instansi terlihat garang ataupun dingin dan sepertinya ia tidak memiliki teman ditempat itu. Hal ini wajar dilakukan demi kepentingan menjaga stabilitas organisasi agar pimpinan tetap bisa menurunkan visi dan bawahan mampu menangkap visi itu didalam rasa hormat kepada pimpinan. kadangkala bawahan sering kehilangan penghormatan kepada pimpinan hanya karena sudah akrab dengan pimpinan. Hal demikian tak boleh terjadi. Bawahan harus belajar menundukkan diri, sekalipun ia sendiri punya kualitas kepemimpinan juga. Kerendahan hati adalah karakter baik yang nilainya sangat tinggi yang pernah dimiliki oleh manusia ditengah zaman yang "membolehkan" manusia untuk sombong. Jikalah kelak kita menyapa pimpinan dijalan dan ia hanya diam dan dingin kemudian berlalu begitu saja, janganlah tersinggung. Ia memang harus seperti itu, sekalipun nuraninya tidak mengizinkan ia bertindak seperti itu. Jika kita punya kerendahan hati, kita punya cukup daya untuk mengerti hal-hal yang demikian, tetapi tidak akan mencontoh karakter sombong yang kelak akan menghancurkan diri sendiri.

Tuesday, August 11, 2015

when you put your heart for something

Kembali kepada cerita mengerjakan tugas akhir. saya bergumul dengan tugas akhir memang cukup lama, yaitu sejak pertengahan 2013, dimana sempat mengganti topik tugas akhir dan akhirnya mengerjakan topik baru selama setahun hingga awal 2015 sehingga akhirnya saya bisa lulus, dengan segala dinamika permasalahan yang selalu datang ketika masalah yang satu sudah dibereskan. Sempat terpikir untuk mengganti topik dipertengahan 2014, tetapi keras kepala saya selalu meminta agar saya harus menyelesaikan apa yang saya mulai. bukankah goal itu harus dicapai? ya, harus dicapai, walau dengan konsekuensi harus lulus lama dengan permasalahan-permasalahan yang sebenarnya bukan diakibatkan oleh diri sendiri, tetapi kendala teknis (peralatan).

Dalam kondisi susah hati disaat ini, akhirnya pertanyaan muncul didalam diri sendiri. What I want? What I desire? What I prepared to do? Segala pertanyaan berkecamuk dikepala sampai suatu saat saya berbaring di bangku didepan sekre dan menerima sebuah email yang tidak pernah saya sangka saya akan menerimanya.





Ketika membacanya, saya terkejut bukan main. Tiba-tiba mood saya yang jelek berganti senang. saya tidak menyangka bahwa apa yang saya kerjakan selama ini bisa menghasilkan sesuatu seperti demikian. Saya sangat bersyukur kepada Tuhan untuk ini. Apa yang saya kerjakan tidak hanya membuat saya lulus, tetapi juga bisa dibagikan kepada orang banyak melalui upcoming event itu. Oh My God. Pelipur lara datang disaat yang sangat tepat. Waktu Tuhan selalu tepat. IA memberi penghiburan untuk anak-Nya yang bersusah. Saya sangat bersyukur untuk ini.

Mungkin saya tidak akan mendapat kesempatan baik seperti ini andaikata saya tidak konsisten dan memilih untuk mengganti topik. Keras kepala saya untuk tetap berjalan di jalan ini ternyata berbuah lebih dari apa yang saya bayangkan. Mungkin inilah yang namanya passionate. ketika kita menaruh segenap hati kita untuk mengerjakan sesuatu, cepat atau lambat niscaya membuahkan hasil yang baik. Ini adalah pelajaran yang penting. Usaha dan dedikasi akan menghasilkan hasil yang manis dan/atau memberikan pelajaran berharga apapun itu. ketika kita mengerjakan sesuatu dengan hati, ketika kita melakukan kebaikan untuk orang lain dengan segenap hati, apapun yang terjadi kita akan mendapatkan yang terbaik.

Semoga bermanfaat.

Friday, July 24, 2015

Kapan wisuda?

"Kapan wisuda?" atau "kapan lulus?" umumnya adalah pertanyaan yang mungkin menyakitkan bagi mahasiswa yang belum juga lulus. Sebenarnya yang saya pikirkan tentang ini adalah, apakah dalam konteks etiket kita boleh bertanya seperti itu pada seseorang?

Saya pikir rasanya tidak sopan jika kita bertanya hal seperti itu jika orang yang kita tujukan pertanyaan demikian tidak terlalu kita kenal dengan baik. memang pertanyaan "kapan wisuda?" sering jadi bahan canda tawa oleh sesama sahabat karib bagi teman mereka yang belum lulus untuk menghangatkan suasana saja. Namun, kalau kita bertanya pada orang yang baru kenal atau orang yang tidak terlalu kita kenal, hal itu akan terasa bagi orang itu seperti kita sedang mencoba mencabut giginya hahaha. Kadang kita mungkin tidak tahu kalau kita sedang berhadapan dengan orang yang bergumul berat soal studinya, entah karena kuliah atau skripsi yang tak kunjung beres, masalah keluarga, kesulitan keuangan, dan lain sebagainya. Ketidaktahuan kita yang diikuti dengan cepatnya kita berkata-kata akan sangat menyakiti orang lain. Jadi, sebaiknya pertanyaan demikian harus dilontarkan dengan hati-hati dengan melihat siapa orang yang sedang kita tanya.

Sebenarnya ada satu pertanyaan yang bisa menggantikan "kapan wisuda?" atau "kapan lulus?" untuk diberikan pada seseorang yang ingin kita ketahui apakah dia sudah lulus atau belum tanpa harus secara frontal menanyakannya, yaitu "apa masih di bandung?" jika yang bersangkutan berkuliah dibandung. Namun, intinya sama saja bahwa pertanyaan itu ditujukan untuk menanyakan apakah seseorang sudah lulus atau tidak. Jika seseorang berkuliah dibandung dan ternyata dia masih dibandung, ada kemungkinan dia belum lulus atau dia sudah lulus, tetapi belum kerja.

Ketika sedang dalam menyelesaikan tugas akhir, sering saya mendapat pertanyaan-pertanyaan, seperti "kapan wisuda?", "kapan lulus?", atau "apakah masih di Bandung?", bahkan ketiga pertanyaan itu pernah ditanyakan oleh orang yang sama. mungkin kalau pertanyaan pertama dan kedua bisa dijawab dengan, "di waktu yang tepat". Namun, pertanyaan ketiga ini sebenarnya sedikit terkesan lebih menyakitkan karena sisipan pertanyaan "kapan lulus?" itu tersirat didalamnya. bagaimana menjawabnya? jawab saja, "iya, masih dibandung" sambil menggerutu, "dasar ni orang, jago betul dia bikin pesan tersembunyi" hahahaha.

Diatas segalanya, kita perlu punya empati bagi mereka yang belum lulus karena mengalami suatu kendala yang nyatanya kita tidak bisa membantunya untuk menyelesaikannya. sebaiknya hindarilah bertanya, "kapan lulus?" kepada orang yang tidak terlalu kita kenal atau yang baru saja dikenal sebagai bentuk empati.

PTN ternama yang meng-Indonesia timur?



Sebenarnya ini hanya curhatan saja hehehe tidak harus dianggap serius.

Beberapa bulan yang lalu saya diwisuda dari ITB sebagai sarjana teknik pertambangan. Momen seperti itu memang momen yang sangat membanggakan (setidaknya bagi orang tua) karena saya yang telah berhasil menyelesaikan studi. Hanya saja, dengan mengesampingkan setiap kenakalan yang pernah saya lakukan dikampus (hehehe), ada satu hal yang sampai sekarang menjadi keresahan saya, yaitu tentang kiprah kami, anak-anak Indonesia timur yang berkuliah diuniversitas ternama di Indonesia, entah itu ITB, UI, UGM, dsb.

Saya sering memperhatikan trend anak-anak Indonesia timur yang masuk program S1 di ITB dan beberapa kampus ternama lain, dimana trend ini ada dalam hal jumlah. Ternyata memang, jumlah anak-anak Indonesia timur yang berkuliah di kampus ternama di Indonesia memiliki persentasi yang sangat kecil terhadap total mahasiswa S1 yang berkuliah dikampus tersebut. Apa yang salah dengan pendidikan dasar dan menengah disana (timur)? Apakah kami yang dari Indonesia timur masih kalah bersaing dengan siswa-siswi yang ada dipulau jawa (atau Indonesia barat pada umumnya) untuk berebut kursi di universitas ternama dinegeri ini?

Mungkin penerimaan mahasiswa baru lewat jalur undangan atau program afirmasi merupakan suatu terobosan yang baik untuk menjaring siswa-siswi terbaik untuk kuliah dikampus ternama karena membuka kesempatan bagi seluruh siswa-siswi diseluruh Indonesia untuk beradu nilai rapor. Namun, statistik tetap berbicara. Ada yang diterima, tetapi tidak bisa bertahan. ada yang mampu bertahan, tetapi tidak lulus tepat waktu. Ada yang mampu bertahan dan lulus tepat waktu, tetapi jumlahnya sangat sedikit. kalau saya perhatikan, jumlah mahasiswa S1 yang diterima di ITB selama satu dekade terakhir pun jumlahnya bahkan jauh lebih sedikit dibanding jumlah satu angkatan yang diterima di ITB. 10 tahun berlalu dan dikampus saya sendiri, jumlah mahasiswa asal Indonesia timur (contohnya papua) hanya dapat dihitung jari saja.

Apakah anak-anak Indonesia timur ini masih terisolasi? Secara geografis tidak, tetapi transportasi sebenarnya sudah lancar. Ada pesawat dan kapal laut. Secara informasi sih relatif, sebab diperkotaan pun sudah dijangkau internet. Kalau kemampuan ekonomi, beasiswa pun sebenarnya ada. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi? I have no idea.

Teman-teman angkatan saya semasa SMA pun sebenarnya banyak yang pintar (bahkan lebih pintar dari saya, ya walau saya gak bego-bego amat sih), tetapi hanya saya yang termasuk “beruntung” bisa menikmati pendidikan program sarjana dikampus ternama (universitas negeri) seperti ITB, itupun setelah menganggur setahun untuk belajar lagi dan mempelajari peta persaingan dipulau jawa (saya diterima di ITB lewat SNMPTN tertulis, sebab tahun 2008 dan 2009 belum ada penerimaan lewat jalur undangan).

Lalu, apakah universitas-universitas ternama ini kurang meng-indonesia timur? Tidak juga, soalnya toh ada juga siswa-siswi asal Indonesia timur yang diterima, sekalipun jumlahnya sedikit. Secara umum, kalau sedikit sekali anak-anak Indonesia timur yang mendapatkan pendidikan yang berkualitas (atau seminimal-minimalnya menamatkan jenjang S1), lalu siapa yang akan membangun daerah mereka? Siapa yang kelak duduk sebagai pemangku kebijakan disana, terutama di era otonomi khusus seperti ini? I have no idea.

Jika kita membelah Indonesia menjadi dua bagian, yaitu barat dan timur, mungkin daerah Sulawesi (mewakili bagian timur) cukup besar dalam menyumbang putra-putri terbaik mereka untuk masuk ke kampus-kampus terbaik di Indonesia, bahkan mampu lulus dengan baik, tepat waktu, bahkan cumlaude. Ironisnya adalah, semakin ketimur, semakin sepi. Lalu, kira-kira bagaimana putra-putri terbaik dari Indonesia timur dapat dijaring dalam jumlah besar dengan sistem yang ada sekarang? I have no idea.

Entah orang akan menyalahkan pemerintah, ketimpangan pembangunan antara barat dan timur, ketimpangan pendidikan antara barat dan timur, ketimpangan fasilitas dan sarana prasarana antara barat dan timur, tetapi yang pasti, siswa-siswi yang berasal dari Indonesia timur harus berusaha jauh lebih keras untuk bisa masuk berkuliah dikampus ternama melebihi usaha siswa-siswi di Indonesia barat. Dari posisi geografis pun itu sudah dapat terlihat, belum lagi jika kita melihat sendiri bagaimana kondisi anak-anak disana (ditimur).

Sekarang sudah era otonomi khusus. Anak-anak daerah disarankan untuk berusaha “lebih keras” untuk bisa masuk PTN ternama supaya kelak mereka bisa mengenyam pendidikan yang baik kemudian lulus dan kembali ke daerah untuk membangun daerahnya. Kalau memang anak-anak ini harus “berusaha jauh lebih keras”, sekarang, apakah dengan kebijakan yang ada sekarang, para elit perguruan tinggi maupun dikementerian pendidikan sudah merasa cukup dengan semua itu? Jika memang sudah cukup, tetapi mengapa masih sedikit yang diterima di PTN ternama? Serasa seperti loop of evil.

Setelah pusing berpikir penyebabnya akhirnya saya memilih untuk positive thinking. Mereka yang tidak masuk PTN ternama mungkin diawal sudah tidak berminat dan memilih untuk berkuliah di daerah masing-masing, entah karena dekat dengan orang tua (rumah), sudah punya usaha sendiri, sudah menjadi pegawai magang di instansi pemerintah, dan lain sebagainya. Namun, jika memang demikian, maka support PTN mapan dan kementerian pendidikan harus menyentuh universitas di daerah. Bukankah kementerian pendidikan adalah kementerian yang mengelola porsi APBN sangat besar di Indonesia? Terima kasih jika memang support telah diberikan.

Jadi orang asing di negeri sendiri



Nama saya marihot. Kalau orang mendengar nama saya, mungkin mereka akan segera bisa menebak apa suku saya, yaitu batak. Namun, ketika mereka bertanya asal saya, dan saya bertanya balik, “coba tebak!” dan mereka menjawab, “dari sumut” dan saya menjawab, “salah!” mereka jadi bingung. Yang jelas mereka tidak mungkin menebak “Jakarta” karena kulit saya yang gelap hahaha (sekalipun rambut tidak keriting, mata menyala) dan logat saya yang sedikit berbeda. Mereka lebih bingung lagi ketika saya mengatakan bahwa saya berasal dari merauke, kabupaten paling timur di Indonesia, yang terkenal melalui lagu perjuangan “dari sabang sampai merauke”. Pertanyaan selanjutnya dari orang-orang pasti bisa ditebak, “kok bisa kamu sampai kesana?” yang diiringi kebingungan mereka lagi ketika saya mengatakan bahwa saya lahir disana hahahaha.

Sebenarnya, salah satu resiko orang lahir diperantauan itu adalah tidak "jelas" darimana asalnya. Saya ini orang batak, tetapi tidak berasal dari sumut. Saya berasal dari merauke, tetapi tidak menunjukkan ciri orang Melanesia (yang turun temurun mendiami pulau papua). Lalu siapa saya sebenarnya? Hahaha.

Satu hal yang mungkin terdengar skeptis, tetapi sebenarnya adalah realita ialah tatkala baik disumatera utara maupun di papua, saya tetap orang “asing”. Di sumut, yang kenal saya hanya keluarga besar saja, dan tentu saja kalau di sumut saya akan disebut orang papua (ketika saya pulang kampung, saya memang disebut demikian oleh beberapa orang hehehe). Di papua, yang kenal sih banyak, tetapi tetap saya bukan aseli disitu, melainkan orang batak yang “kebetulan” lahir disana ahahaha. Sebagai perantau, mungkin takdir yang saya harus akui dengan lapang dada adalah dimanapun saya berdiri, saya tetap orang “asing”.

orang asing seperti saya mungkin akan mengalami beberapa hal aneh, apalagi dalam hal identitas budaya. Orang batak dari papua, tetapi tidak bisa berbicara dalam bahasa batak (sekalipun kalau dengerin orang ngomong sih ngerti). Berbahasa papua pun (misal suku marind) saya tidak bisa. Namun, pakaian adat saya ya ulos. Lalu bagaimana? Bingung kan yah?

Sebenarnya bukan hal yang buruk menjadi orang “asing”. Toh, selama menjadi batak dan punya marga masih dianggap batak lah ya hahaha hanya saja mungkin perantau harus berusaha lebih keras untuk mencari pekerjaan dan penghidupan yang layak demi kemanusian karena status orang “asing” ini (apalagi dengan era otsus sekarang). Namun, setidaknya saya masih warga negara Indonesia, berpaspor Indonesia, dan berKTP merauke. Baik perantau maupun warga lokal sama-sama dilindungi oleh hukum; dan tentu saja kepada mereka dikenakan hukum sebagaimana yang berlaku dalam konstitusi.

Tetap semangat untuk para perantau. Kehidupan memihak pada yang kuat.

Monday, May 25, 2015

Tentang tugas akhir

tidak terasa sudah hampir dua bulan didaulat menjadi sarjana disabuga. yang tetap membekas tentu saja bagaimana perjuangan dengan tugas akhir. proses yang panjang dan berakhir manis tatkala sidang sarjana selesai seringkali teringat.

saya mengambil topik tugas akhir pertama kali tahun 2013 sekitar bulan juli (walau saat itu saya belum melakukan kerja praktik karena tahun sebelumnya mengalami sakit parah sehingga tidak bisa KP) dengan topik rekah hidraulik di KK geomekanika. topik ini memerlukan sebuah alat, yaitu pecker untuk memberikan stress pada batuan. ketika perakitan alat ini berlangsung, saya pergi untuk melakukan kerja praktik di kalimantan selatan. sepulangnya dari kalsel saya masih harus mempelajari topik ini karena sepertinya cukup sulit sebab saya sebenarnya nebeng topik TA dari tesis bang rudy ditopik yang sama. setelah alat pecker ini selesai ternyata alat ini rusak ketika diuji sehingga saya harus mengganti topik tugas akhir, sementara dasar teori sudah mulai ditulis. Akhirnya saya mengganti topik TA, tetapi masih di KK yang sama sehingga dasar teori yang sempat ditulis setidaknya bisa bermanfaat.

topik baru ini adalah pengeboran rotari. lagi, alatnya belum ada dan harus dirakit. setelah berganti desain sebanyak beberapa kali akhirnya alat diproduksi. kendala muncul ketika spesifikasi mata bor yang saya cari ternyata tidak ada yang berukuran kecil. alhasil, akhirnya mata bor yang digunakan adalah mata bor untuk beton. saya menggunakan batuan sebagai sampel sehingga harus dilakukan pengeboran ini (core drilling). hanya saja kendala lagi muncul ketika mesin core yang ada di laboratorium mengalami kerusakan sehingga saya harus menunggu. setelah serangkaian pengujian, tinggal satu hal lagi yang harus dianalisis yaitu analisis abrasivitas. hanya saja, kendala muncul ketika saya harus menganalisis kandungan mineral batuan yang saya gunakan (cara menganalisisnya tidak pernah saya pelajari sebelumnya). Namun, seorang teman dari geologi (yang lulus cumlaude :D) yang telah selesai sidang bersedia diminta bantuannya hehehe. setelah meminjam mikroskop ke laboratorium eksplorasi, akhirnya analisis terakhir selesai dan seminar. setelah seminar, senyum mulai berubah, lebih lebar dan lebih lepas. kemudian sidang tugas akhir selama 2 jam pada sore hari. perjuangan studi selesai. setahun dengan topik kedua ini akhirnya berbuah.

Tingkat kepuasannya adalah ketika saya sudah menyelesaikan apa yang sudah saya mulai. sempat saya merasa tergoda untuk ganti topik lagi, tetapi saya urung. mulai dari alat, pencarian sampel batuan, pengujian, dan penulisan dikerjakan untuk menyelesaikan topik ini. terima kasih untuk dosen pembimbing yang sudah memberi bimbingan atas penulisan tugas akhir saya, begitu juga teknisi laboratorium dan teman-teman se-laboratorium yang telah membantu, baik persiapan sampel maupun pengujian. rasanya puas sekali bisa menyelesaikan segala sesuatu.

saya tidak pernah membayangkan bisa menyelesaikan ini. rasanya puas sekali bisa menyelesaikan apa yang sudah saya mulai. Mungkin tidak hanya tugas akhir, tetapi juga untuk hal lain yang sudah kita mulai, ketika kita berhasil menyelesaikannya akan terasa menyenangkan dan memuaskan.







Wednesday, April 22, 2015

studi yang menjadi berkat

menjadi berkat artinya bahwa kita bisa membawa kebaikan bagi orang lain yang kemudian membuat orang yang menerima kebaikan itu memuliakan Tuhan. Maka, untuk menjadi berkat, setidaknya ada tiga komponen yang patut diperhatikan, antara lain adanya orang lain yang menjadi tujuan, adanya kebaikan yang diberikan, dan kemuliaan bagi Tuhan dipanjatkan. lalu, bagaimana studi kita dapat menjadi berkat?

kadang saya merasa geli dengan orang yang berkata, "saya studi dengan baik, raih IPK setinggi-tingginya agar studi saya menjadi berkat". Perlu anda tahu, anda kuliah supaya indeks prestasi anda tinggi, IPK itu untuk anda sendiri. anda belajar keras, anda sendiri yang pintar. kalau semua studi dan hasilnya memang untuk diri sendiri, dimana letaknya hasil studi itu bisa jadi berkat? itu kan IPK anda, bukan IPK orang lain. anda mau studi anda jadi berkat, harusnya ada yang bisa anda bagikan kepada orang lain terkait studi anda baru bisa disebut studi anda jadi berkat. misalnya saja, anda yang pintar belajar keras kemudian dapat nilai bagus, itu untuk anda sendiri. Namun, kalau anda mengajari mereka yang lama dalam memahami materi kuliah, itu baru studi anda jadi berkat. Kalau anda memiliki nilai bagus, memangnya orang lain harus bilang "wow"? Namun, ketika anda membuat orang lain paham dengan mengajari mereka, anda jadi berkat bagi mereka.

studi kita jadi berkat kalau hasil pembentukan pola pikir kita selama studi kita gunakan untuk mencerdaskan orang yang belum paham, mencerahkan mereka yang belum mengerti, dan berbagi kepada mereka yang tak kuasa untuk mengenyam studi. Tuhan memberikan kesempatan kepada kita untuk belajar bukan semata - mata agar kita bisa memelihara kehidupan kita selama didunia dengan ilmu kita, tetapi agar kita bisa jadi berkat bagi orang lain. Ingat tiga komponen yang diatas. menjadi berkat butuh komponen "orang lain". kita tidak bisa mengabaikan keberadaan orang - orang disekeliling kita ketika kita hendak menjadi berkat. Jangan menjadi naif, atau bahkan jatuh kedalam kesombongan terselubung. saya kadang menyesalkan masih ada kaum (yang katanya) intelektual yang menghina orang - orang yang mereka sebut bodoh karena tidak mampu memahami keilmuan mereka yang mereka pikir sulit sedunia (padahal tidak). mungkin mereka lupa darimana mereka bisa membiayai kuliah mereka itu. bukankah berkat datang dari Tuhan agar orang bisa membiayai studinya? Ilmu jangan hanya bermanfaat bagi diri sendiri. orang percaya diberkati untuk menjadi berkat dengan cara berbagi pada orang lain, bukannya menganggap orang lain bodoh dan tak intelek.
kita hidup di zaman dimana orang - orang lebih mementingkan diri sendiri, tetapi kehilangan empati pada orang lain. Namun, mereka akan berisik ketika kenyamanan mereka diusik. Menjadi berkat melalui studi juga harus mampu keluar dari zona nyaman, mencerdaskan, dan tak menyerah kepada mereka yang mungkin masih keras kepala untuk menerima apa yang kita berikan. Dalam hal ini kenakanlah kasih, dimana kita melakukannya sebagai perpanjangan kasih Kristus pada dunia. Ingatlah, Yesus selama didunia pun mengajar juga. IA mengajar dengan penuh kuasa, tidak seperti ahli agama orang israel di era itu. Yesus adalah terang dunia, tetapi IA tidak pasif. IA pergi dan bertindak untuk orang lain.

Orang percaya harus menyadari bahwa pasti ada berkat yang Tuhan berikan pada mereka untuk bisa memberkati orang lain, entah itu uang, kepandaian, kemampuan khusus, dll. Jika sadar telah diberkati, hendaknya kita memberkati juga. selamat menjadi berkat.

pelayananan yang istimewa

adakah pelayanan yang istimewa itu? mungkin ada jika ditinjau dari sudut pandang manusia. Namun, apakah dimata Tuhan, pelayanan yang dilakukan oleh orang kristen itu istimewa?

menarik jika kita melihat siapa saja yang terlibat mendukung pelayanan Yesus selama IA melayani. lukas 8 : 1 - 3 mencatat ada sejumlah perempuan yang melayani Yesus, antara lain perempuan - perempuan yang dilepaskan dari roh jahat, seperti maria magdalena. ada juga yohana istri khuza bendahara herodes, susana dan perempuan lain. orang - orang ini melayani Yesus dan murid - murid-Nya dengan kekayaan mereka. Diantara orang - orang ini, ada istri orang penting dalam pemerintahan saat itu. selain itu, perempuan - perempuan ini adalah orang - orang berada. Namun, apakah Yesus memandang orang - orang ini istimewa? apakah istimewa atau sesuatu hal yang luar biasakah pelayanan yang dilakukan perempuan - perempuan ini?

Yesus tidak menganggap remeh pelayanan orang - orang yang melayani Dia. IA terima kepala-Nya diminyaki; IA terima kaki-Nya dibasuh dengan air mata. IA menerima segala bentuk pelayanan yang dilakukan untuk-Nya, tetapi dimata-Nya pelayanan adalah wajar. Bukanlah hal yang istimewa bagi Yesus ketika orang - orang melayani Dia karena melayani adalah wajar dilakukan oleh umat-Nya. Jadi, alangkah tidak wajarnya manusia kalau tidak melayani Tuhannya, bukan?

Banyak pelayanan yang bisa diambil di gereja, entah petugas kebaktian atau pelawatan. Namun, siapapun yang terlibat dalam pelayanan tidak bisa memandang dirinya sendiri istimewa karena ia melakukan sesuatu yang luar biasa dimata manusia karena Tuhan tidak memandang pelayanan itu sebagai sesuatu yang "wah" atau "amazing", tetapi IA memandang wajar pelayanan itu. ketika paduan suara menyanyi dengan merdu, pantaskah mereka memandang itu istimewa? Tidak! Malaikat di surga bisa lebih merdu lagi memuji Tuhan di dalam kekekalan. Pelayanan itu menjadi kewajaran bagi dimata Tuhan. Ketika orang di kebaktian bisa bermain musik dengan indah, apakah itu istimewa di mata Tuhan? Tidak! Hal itu wajar dimatanya. ketika pengkhotbah bisa berkhotbah dengan baik, pantaskah ia memandang itu istimewa? Tidak! Firman yang ia khotbahkan itu sudah ditulis terlebih dahulu dan ia hanya mempelajarinya dalam kekinian. segala hikmat untuk melakukan pelayanan datangnya dari Tuhan sendiri sehingga tidak seorangpun boleh memegahkan diri atau memandang istimewa apa yang dilakukannya. pelayanan dalam bentuk apapun adalah wajar bagi Tuhan.

Karya penyelamatan Yesus di atas kayu salib adalah tanda bukti bahwa utang hukuman karena dosa telah dilunasi. manusia sudah ditebus melalui kematian-Nya. Umat yang mengaku percaya kepada Kristus harus menyadari bahwa dirinya bukan untuk dirinya lagi, tetapi untuk IA yang sudah menebusnya. "karena engkau telah dibeli dengan harga yang telah lunas dibayar, maka muliakanlah Allah dengan tubuhmu". memuliakan Allah adalah kewajiban orang percaya yang dimata Allah adalah suatu kewajaran sehingga hendaknya dilakukan dengan segala kerendahan hati dan penuh ucapan syukur.

Tuesday, April 21, 2015

akhir segala omong kosong

"antara lolos atau lulus". Hal itulah yang saya pikirkan ketika saya melangkah memasuki gedung sasana budaya ganesha untuk hadir di sidang terbuka wisuda II tahun akademik 2014/2015 ITB dengan menggunakan jas dan toga. ya! saya di wisuda! tentu saja, momen seperti ini akan membuat seseorang mengingat kembali apa saja yang pernah terjadi di masa lalu, tak terkecuali saya.

saya menamatkan sekolah di SMA Negeri 3 Merauke tahun 2008  dan kemudian hijrah ke bandung. berkali-kali saya mengikuti ujian masuk PTN, tetapi tidak diterima sehingga saya memutuskan untuk belajar lagi setahun karena saya pikir saya tidak cukup kompetitif untuk bersaing dengan siswa - siswa di pulau jawa dengan kemampuan saya saat itu. alhasil, saya belajar setahun dan berhasil diterima di fakultas teknik pertambangan dan perminyakan ITB melalui SNMPTN tahun 2009. Hasil yang begitu menggembirakan bagi saya karena pengorbanan setahun kebelakang akhirnya berbuah manis. Tuhan menyertai saya dan saya bersyukur atas hal itu.

Mampu lulus melalui SNMPTN di ITB mungkin suatu fenomena biasa untuk siswa-siswa di pulau jawa, tetapi tidak bagi saya yang berasal dari merauke ini. diterimanya saya di ITB membawa pertanyaan besar bagi beberapa orang di tempat asal saya bagaimana seseorang yang berasal dari merauke bisa diterima di ITB (apalagi lewat SNMPTN dengan tingkat persaingan skala nasional sebab saya mengikuti SNMPTN di bandung kala itu). beragam pertanyaan dilontarkan kepada orang tua saya, misalnya "memangnya bayar berapa ratus juta sampai bisa masuk ITB?", atau "masuk ITB memangnya bisa pakai orang dalam ya? siapa?", bahkan ada yang menanggapi, "sejak kapan anak merauke bisa tembus UMPTN (saat itu SNMPTN) ke ITB? bayar berapa sih?". saya hanya tertawa saja mendengar itu. mana mungkin saya bisa membayar ratusan juta untuk sumbangan atau apalah itu namanya atau menyogok, atau menggunakan cara - cara kotor. kalau misalkan saya masuk dengan cara curang pun, saya tidak akan diwisuda, tetapi di DO. mungkin memang saya terlihat terlalu kecil untuk bisa berdiri sebagai mahasiswa ITB kala itu, yang kemudian saya mengamini itu sebagai kebenaran selama menjalani proses perkuliahan. saya adalah kecil untuk institusi yang besar ini, tetapi saya hanya bisa menerima hal itu dengan lapang dada.

saya memang tidak memiliki prestasi akademik yang gemilang selama di ITB. masalah yang saya hadapi juga banyak, mulai dari masalah kesehatan (saya sering sakit selama kuliah, dari yang ringan hingga parah), beberapa mata kuliah yang tak kunjung lulus, beberapa oknum yang menyebalkan (entah itu sok tahu, sok asik, sok urus hidup orang kayak dia udah paling benar), dll. Namun, banyak hal yang saya pelajari selama di kampus yang kemudian membentuk saya sebagaimana adanya saya sekarang.

saya ingin tahu kira - kira apa yang akan dikatakan oleh orang - orang yang tak percaya saya masuk ITB ketika mereka mendengar saya sudah lulus dari ITB. ya! saya melangkah dari omong kosong yang satu ke omong kosong yang lain untuk sampai di titik ini; titik dimana saya bisa berhasil menyelesaikan studi di ITB. letak kepuasannya adalah saya menyelesaikan apa yang sudah saya mulai. sudah selesai! saya sebenarnya tidak terlalu bangga akan kelulusan (yang telat) ini, tetapi saya tidak kecewa juga. Namun, diatas segalanya, kebanggan menjadi milik orang tua saya ketika mereka melangkah kedalam sabuga untuk menyaksikan anaknya diwisuda di institusi pendidikan teknik terbaik (katanya) di Indonesia.

life must go on. saya mungkin akan pergi kelak ke suatu tempat yang saya tidak pernah ketahui sebelumnya. Namun, kiranya masa depan yang penuh harapan menanti didepan. semoga!

"...banyak hal tak kupahami pada masa menjelang,
tapi t'rang bagiku ini,
tangan Tuhan yang pegang"


Friday, April 17, 2015

pergi bersama, pulang bersama

sudah beberapa berita tentang tersesatnya pendaki di gunung yang sudah pernah saya daki. ada yang ditemukan selamat, ada yang ditemukan telah tewas. kejadian - kejadian ini harusnya jadi pelajaran bagi mereka penggiat aktivitas alam bebas untuk memperhatikan manajemen kelompok.

"go ahead as team, go home as team", setidaknya itulah yang harus menjadi prinsip ketika kita mendaki bersama orang lain. jangan ada "si cepat" yang berjalan terlalu didepan karena ia punya potensi untuk tersesat. jangan juga ada "si lambat" yang terlalu jauh tertinggal dibelakang. banyak kasus kejadian pendaki tersesat sendirian karena terpisah dari kelompok. yang saya pertanyakan adalah, hal itu terjadi karena tersesat atau karena ditinggal anggota kelompok yang lain?

jangan pernah meninggalkan anggota tim sendirian didepan ataupun dibelakang. berangkat bersama, pulang harus bersama pula, dan jangan saling meninggalkan. tidak ada yang dikejar ketika kita pergi dan kita tak perlu terburu-buru untuk pulang (kecuali kalau anda adalah seorang solo trekker). kalau ada kejadian seorang pendaki tersesat sendirian, harusnya seluruh anggota kelompok dalam tim itu mengoreksi diri masing - masing. mungkin pendapat berikut ini tidak universal, tetapi "muka asli" seseorang akan tampak ketika beraktivitas di alam, siapa yang egois, siapa yang mementingkan diri sendiri, siapa yang lemah mental, siapa yang panjang sabar. alangkah menyedihkannya apabila salah satu teman sependakian tersesat sendirian hanya karena keegoisan teman - temannya yang ingin sampai terlebih dahulu.

kerjasama tim serta kekompakan tim harus dijaga dalam pendakian. lebih dari itu, anggaplah bahwa anggota tim adalah saudara dimana kita bisa saling menjaga dan saling peduli dalam pendakian. kepedulianlah yang dapat membuat seluruh anggota tim sampai tujuan dengan selamat dan pulang kembali dengan selamat pula. selamat mendaki, salam lestari!

Thursday, April 16, 2015

Ironi legalisasi miras

apa yang terjadi jika minuman keras (miras) menjadi legal? apakah akan menimbulkan masalah? apa yang terjadi jika minuman keras menjadi ilegal? apakah akan menyelesaikan masalah?

Baik legal maupun ilegal, miras tetap punya potensi menimbulkan masalah, baik masalah kesehatan maupun kekacauan yang mungkin dapat timbul akibat orang-orang yang mabuk karena terlalu banyak mengonsumsi miras. Miras jika legal akan sangat mudah ditemukan sehingga mudah dijangkau konsumen dan harganya murah, sementara miras jika ilegal akan sulit didapatkan dan harganya mahal. Namun, sebagai komoditas dagang, legal atau ilegal pun miras tetap dapat sampai ke lingkungan sekitar kita. baik status legal atau ilegal pun kita tidak dapat menjauhkan miras dari lingkungan kita. bahkan, semakin dicari, semakin dilarang, miras tetap hadir dan makin mahal.

menurut saya, mungkin lebih baik jika miras menjadi legal, dalam konteks harus mendapat izin penjualan, harus jelas merknya dan terdaftar pada badan milik negara yang mengatur tentang bahan makanan dan obat-obatan, kadar alkoholnya, kandungan lain didalam miras, pembatasan usia pembeli, bila perlu miras yang beredar harus dijual di toko khusus minuman keras sehingga peredaran miras yang memenuhi syarat edar dapat dipantau.

alangkah baiknya juga apabila kita yang masih terbiasa mengonsumsi miras untuk mengurangi konsumsi miras kita, baik volume maupun kadar, bukan untuk mabuk-mabukan, tetapi untuk menghangatkan badan dikala cuaca dingin atau mempererat pertemanan sesama penggiat minuman.

Wednesday, April 15, 2015

Tips memilih buah manggis yang baik

mama saya akhir-akhir ini doyan sekali memakan buah manggis. karena sering membeli, saya jadi paham bagaimana memilih buah manggis yang masih dalam kondisi baik

Pertama, pilihlah buah yang lunak kulitnya. semua buah manggis yang saya beli yang kulitnya sangat keras dan sulit dibuka bahkan dengan menekan sekuat tenaga didalamnya ternyata sudah busuk.
kemudian, pilihlah buah manggis yang warnanya tidak terlalu gelap. pilihlah buah manggis yang warnanya ungu tua atau yang sedikit terang.

kemudian, pilihlah buah yang bersih tanpa ada bercak kuning diluar kulit manggis yang akan dibeli. bercak kuning tersebut dapat menembus kulit manggis dan merusak buah yang ada didalamnya. saya tidak tahu apa gerangan bercak kuning itu, tetapi sepertinya bercak kuning itu adalah sejenis jamur.
tidak jadi masalah jika teman-teman membeli buah yang berukuran besar atau kecil selama memang buah manggisnya sudah matang. buah yang kecil tidak berbiji sehingga bisa langsung dikunyah dan ditelan.

terakhir, jika memang tidak ada buah manggis ditempat teman-teman, ada kabar gembira untuk kita semua.

Saturday, April 11, 2015

Pepaya dalam gerobak

Suatu pagi, bangunlah seorang pemuda berumur perak dari tidurnya. Keluarlah ia dari kamarnya untuk mencari makanan untuk sarapannya. Pergilah ia ke warung langganannya dan makanlah ia. Setelah itu, ia pergi mencari buah untuk pencuci mulut. Maka bertemulah ia dengan seorang pria paruh baya sedang mendorong gerobak yang berisi berbagai macam buah. Didatanginyalah gerobak itu sambil melihat-lihat isinya.

Diantara buah-buahan di gerobak itu, pepayalah yang sangat menarik hatinya. Warnanya oranye kemerahan, terlihat menarik, dan tampak lezat. Dibelinya empat bungkus pepaya yang sudah dipotong kecil-kecil dan dibawanya pulang. Dimakanlah olehnya dua bungkus pepaya lalu mandi dan pergi. Ditinggalkannya dua bungkus pepaya untuk dimakan malam harinya.

Malam hari, pulanglah ia. Dilihatnya dua bungkus pepaya yang masih terlihat menarik itu. Diambilnya sebungkus dan akan dimakannya. Namun, sebelum potongan pertama masuk ke mulutnya, curigalah ia. Diciumnya seluruh pepaya dalam bungkusan itu dan terkejutlah ia. Aroma yang diciumnya bukan aroma buah, tetapi aroma pemanis makanan buatan. Curigalah ia bahwa pepaya itu telah dicampur dengan pemanis buatan sehingga dibuangnyalah kedua bungkus pepaya itu.

Esok harinya, dibelinyalah pepaya dari pasar yang masih utuh yang belum dikupas. Dikupasnyalah pepaya itu dan terkejutlah ia. Pepaya yang dikupasnya begitu manis, tetapi berwarna lebih pucat dibanding pepaya yang ia beli kemarin. Curigalah ia bahwa pepaya yang dibelinya kemarin tidak hanya diberikan pemanis buatan, tetapi juga pewarna, yang tidak diketahuinya apakah pewarna tersebut merupakan pewarna makanan atau pewarna bahan lain.

Sejak saat itu, ia makin berhati-hati ketika membeli buah. Tidak mau dibelinya lagi buah yang sudah dikupas, tetapi dibelinya buah yang masih utuh. Ia sadar bahwa pedagang buah pun dapat berlaku kotor dan licik supaya dagangannya laku. Ia pun menghimbau orang lain agar berhati-hati dalam membeli buah digerobak.

Pembajakan

Teknologi semakin lama semakin maju, termasuk teknologi audio visual. Kemajuan ini juga mengakibatkan dampak negatif, yaitu maraknya pembajakan, baik film maupun musik. Hal ini tidak bisa dihindari mengingat bahwa sekarang ini mudah sekali bagi seseorang untuk mengakses informasi.

Hal yang menarik adalah ketika film-film layar lebar asal holliwood justru meraup untung jutaan dolar diseluruh dunia ditengah maraknya pembajakan. Dalam pengamatan saya, mungkin hal ini disebabkan karena orang-orang yang menonton film tersebut lebih suka menonton di bioskop dibanding menonton file bajakan dilaptop ataupun membeli kepingan DVD bajakan. Rasanya tidak seru dan tidak hidup kalau film tidak ditonton dibioskop dengan layar lebar, bahkan dengan kualitas gambar 3D yang dilengkapi dengan kualitas audio yang baik pula.

Bagaimana dengan musik? Dalam pengamatan sepintas saya, band-band atau musisi asal negeri paman sam rutin mengadakan tur, entah itu dalam lingkup amerika serikat saja atau merambah berbagai benua hingga eropa dan asia. Berbagai konser band besar begitu tumpah ruah oleh penonton ditengah pembajakan yang marak sekarang. Menurut saya mungkin hal ini disebabkan oleh hal yang sama seperti yang terjadi pada penikmat film, yaitu rasanya kurang seru kalau tidak menikmati penampilan langsung musisi pujaan dipanggung.

Intinya mungkin sama. Sebanyak apapun file bajakan yang kita punya, kita tetap membutuhkan sesuatu yang sangat penting dalam menikmati suatu karya seni, yaitu suasana. Kemajuan teknologi bisa memudahkan kita mendapatkan berbagai informasi di internet, tetapi tempat, waktu, dan situasi tidak bisa diberikan oleh internet. Kita perlu menyaksikan langsung suatu karya seni dalam suatu keadaan nyata, dimana kita merasa seperti berinteraksi dengan karya seni itu, seperti yang terjadi di bioskop, atau bahkan kita benar-benar berinteraksi dengan idola kita ketika berada di konser. Mungkin diwaktu-waktu mendatang kita yang ada di Indonesia akan sering didatangi musisi dari luar negeri dan sekalipun kita punya banyak karya mereka yang kita bajak dari internet, kita tetap akan mengumpulkan uang untuk menonton secara langsung penampilan idola kita.

Monday, April 6, 2015

Ada apa gerangan?

Pertanyaan pertama selalu "sudah lulus belum?",

Kemudian, dipercakapan berikutnya,

Pertanyaan pertama, "sudah wisuda belum?"

Kemudian dipercakapan berikutnya,

Pertanyaan pertama, "masih dibandung?"

Polanya adalah, makin lama makin halus.

"Masih dibandung?" Adalah pertanyaan yang sama esensinya dengan pertanyaan-pertanyaan sebelumnya karena begitu dijawab "ya", tandanya belum beres kuliah. Intinya sama saja, ingin menanyakan apakah saya sudah selesai studi S-1 atau belum kemudian nihil tanggapan lagi. Apa pentingnya informasi selesai atau tidaknya studi saya baginya? Apakah ia peduli? Saya pikir tidak. 

28 maret 2015, saya terima ijazah itu dengan menggunakan jas dan toga lengkap, disambut dipintu gerbang oleh pasukan merah yang siap mengarak. Hadiah yang saya terima pun tak kalah banyak, mulai dari bunga, boneka, kue, coklat, batu, dll. Bunga itu saking banyaknya dapat ditampung di ember, dan jika saya membawanya mungkin saya akan terlihat seperti penjual bunga di pinggir jalan yang menjual dagangannya dengan ember. Lalu, dimana dia? Mungkin dia tidak ada disana karena keterbatasan ruang dan waktu. Biarlah. Itu haknya.

Sudah beberapa hari berlalu sejak hari itu. Mungkin hingar bingarnya sudah berakhir, tetapi penasaran tak kunjung hilang. Sudah selesai. Lalu, adakah ucapan selamat darinya? Sedikitpun tidak. Lalu, untuk apa pertanyaan "sudah lulus?", "sudah wisuda?", serta "masih dibandung?" diwaktu-waktu sebelumnya? Apa artinya lulus baginya? Apa artinya wisuda baginya? Apa artinya keberadaan saya dibandung baginya kalau hal itu hanya sekedar saja? Apa artinya semua itu jika hanya jadi pemanis percakapan walau sebenarnya tawar dan tak berguna?

Jikalau memang waktunya tiba, kata yang tak kunjung keluar untuk menjelaskan letak kesalahan dan yang berakhir dengan kepergian tanpa kata, lalu apa artinya semua kata rohani dan semua dukungan yang katanya dibawakan dalam doa itu? Ya! Itu hanyalah sebuah formalitas dan pelarian dari seseorang yang sedang putus asa dengan keadaannya yang tak seindah harapan. Ia yang dicampakkan kemudian mencampakkan.

Lalu, mengapa harus saya? Ada apa gerangan?